Jakarta (ANTARA) - Paguyuban Lender DSI yang terdiri dari sekitar 2.500 orang, mendesak kepada PT Dana Syariah Indonesia (DSI) untuk bertanggung jawab atas krisis gagal bayar yang menimpa platform fintech peer-to-peer lending syariah tersebut.
Perwakilan Paguyuban Lender DSI, Rida, mengatakan Paguyuban mendesak DSI segera menepati janji pertemuan pada 18 November 2025, setelah pembatalan pertemuan sebelumnya dinilai sebagai pengingkaran komitmen moral. Terlebih lagi, dia mengungkapkan total kerugian mencapai Rp815,2 miliar.
"Kami menuntut, bukan hanya evaluasi, tetapi pertanggungjawaban yang nyata. Jangan biarkan nama sakral 'syariah' yang sejatinya menjalankan syariat islam menjadi bermakna 'pengkhianatan' di mata umat," kata Rida dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Minggu.
Dia pun mendesak kepada DSI untuk membuka data dan menjelaskan secara rinci akar masalah, termasuk aliran dana dan status borrower yang terindikasi over plafon.
Selain itu, dia meminta Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) juga turun tangan, bukan hanya sebagai pembuat fatwa, tetapi sebagai penanggung jawab moral atas kepahitan yang dialami umat.
Kemudian, dia mengatakan OJK harus mempercepat audit dan mengambil langkah tegas yang berorientasi pada pengembalian hak lender sepenuhnya baik dana pokok maupun imbal hasil, bukan hanya sanksi administratif.
"DSI harus hadir dan menyerahkan proposal penyelesaian yang konkret dan realistis pada pertemuan 18 November 2025," kata dia.
Dia pun menjelaskan bahwa DSI beroperasi dengan dua jaminan kredibilitas tertinggi: izin resmi dan Pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan label syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Jaminan ganda itu, kata dia, menarik minat ribuan masyarakat, di antaranya para pekerja termasuk para pensiunan yang ingin menikmati masa pensiun dengan tenang dan umat berhijrah yang menghindari riba.
"Label syariah yang disematkan itu membuat para lender merasa tenang. Seorang perwakilan lender menuturkan, kami tidak mengejar kaya, hanya ingin dana pensiun kami berputar halal," katanya.
Namun, dia mengatakan bahwa keterlambatan pencairan dana mulai dirasakan secara bertahap sejak periode tahun 2024, dan menjadi signifikan serta berkelanjutan di antara para lender pada bulan Juni 2025.
Menurut dia, banyak lender yang mengeluhkan kesulitan menarik dana yang telah jatuh tempo bahkan banyak diantaranya mendatangi kantor DSI, hingga puncaknya pada 6 Oktober 2025, kegagalan pembayaran dana pokok dan imbah hasil terjadi serentak pada semua lender.
"Fakta yang paling memilukan adalah banyaknya korban dari kalangan pensiunan, pekerja yang baru saja terkena PHK, yang kini kehilangan seluruh tabungan hari tua mereka," katanya.
Baca juga: OJK minta pindar DSI tanggung jawab atas dana "lender" yang tertahan
Baca juga: OJK dalami pindar Dana Syariah Indonesia terkait masalah gagal bayar
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































