Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menegaskan bahwa hak atas pelayanan kesehatan merupakan hak konstitusional setiap warga negara Indonesia.
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengatakan kewajiban negara untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang adil dan setara terhadap masyarakat berjalan sesuai dengan perintah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Dalam kerangka global, dimensi pelayanan kesehatan yang inklusif menjadi bagian dari capaian substansi Universal Health Coverage. Kerangka ini kemudian diratifikasi dan diterjemahkan dalam Sistem Kesehatan Nasional," ucap Najih saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Saat menyampaikan Hasil Pengawasan terhadap Sistem Pengaduan Masyarakat dan Respons Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pekan lalu, Najih menyampaikan Ombudsman RI menyoroti beberapa isu kesehatan.
Pertama, terkait pelayanan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), seperti puskesmas dan klinik pratama yang belum memiliki sumber daya manusia kesehatan lengkap.
Baca juga: Ombudsman: Menolak pasien bentuk malaadministrasi layanan kesehatan
Dia menuturkan rasio timpang antara petugas dan pengguna layanan dapat menyebabkan malaadministrasi berupa penundaan berlarut atau bahkan tidak memperoleh layanan.
Kedua, masalah klaim pembayaran. Ombudsman menemukan tidak sedikit muncul kasus klaim rumah sakit yang dikembalikan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) lantaran masalah administrasi hingga substansi tindakan medis.
Isu ketiga, sambung dia, merupakan isu yang masih dikaji oleh Ombudsman RI, yaitu optimalisasi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (RS) Pratama.
ORI menyoroti keberadaan RS Pratama berada di daerah kepulauan dan perbatasan yang sulit diakses.
"Kami akan mengkaji pembiayaan kesehatan dan akreditasi RS Pratama sebagai dasar kerja sama dengan BPJS Kesehatan," tuturnya.
Baca juga: Ombudsman RI minta pemerintah pusat cek kembali capaian UHC di daerah
Selain itu, Najih menyampaikan penanganan laporan masyarakat dengan substansi kesehatan pada tahun 2022–2025 yang jumlahnya meningkat. Jumlah laporan pada periode tersebut sebanyak 954 laporan.
Ia menyebutkan sejumlah 369 laporan di antaranya berkaitan dengan jaminan kesehatan, yaitu kepesertaan jaminan kesehatan, misalnya status kepesertaan, tunggakan, aktivasi, perpindahan kelas, dan pengaduan; kuota pelayanan yang terbatas; serta layanan rujukan.
Sementara itu, Ketua Panitia Kerja Pengawasan JKN DPR RI Yahya Zaini menyampaikan permasalahan kesehatan masih sangat banyak.
"DPR ingin mendengarkan untuk sama-sama kami carikan jalan keluarnya," ujar Yahya.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.