Nusa Dua, Bali (ANTARA) -
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan opsi merger kepada perusahaan asuransi umum jika belum dapat memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp250 miliar pada akhir 2026.
“Jadi ada skenario pencapaian itu (ekuitas minimum) bisa dimerger saja, tidak harga mati,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono di sela puncak Hari Asuransi, di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu.
Menurut dia, skema tersebut serupa dengan lembaga jasa keuangan perbankan (kelompok usaha bank/KUB) apabila belum dapat memenuhi modal inti minimum, yaitu dengan diperkenankan bergabung dengan perusahaan yang lebih besar melalui pola kelompok usaha perusahaan asuransi (KUPA).
Selain itu, kata dia lagi, ada juga skema mentransfer portofolio ke perusahaan asuransi lain.
Untuk mendukung ekuitas minimum, ujar dia lagi, maka perusahaan asuransi tersebut perlu mendapat tambahan modal atau dengan tidak membagikan dividen, atau kombinasi keduanya.
“Jika pemegang saham tidak kuat, dia ajak mitra lain. Kalau tidak kuat KUPA, bisa merger atau transfer portofolio, jadi caranya banyak,” ujarnya pula.
Pemenuhan ekuitas minimum itu tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 23 tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi.
Regulasi itu mewajibkan ekuitas minimal sebesar Rp250 miliar untuk asuransi umum konvensional dan syariah Rp100 miliar pada tahap pertama paling lambat 31 Desember 2026.
Ogi menambahkan pihaknya telah menerima aspirasi dari pelaku industri asuransi umum melalui Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di sela forum Indonesia Rendezvous di Nusa Dua, Bali, pertemuan pendahuluan sebelum dilaksanakan puncak Hari Asuransi 2025.
Ada pun aspirasinya adalah ada beberapa perusahaan asuransi yang diperkirakan belum dapat memenuhi ekuitas minimum itu.
Ia menyebutkan mekanisme yang dapat ditempuh regulator lembaga jasa keuangan itu yakni ada diskresi yang diberlakukan secara keseluruhan kepada perusahaan asuransi.
“Untuk diskresi tidak bisa saya sendiri, tapi harus melalui rapat dewan komisioner,” ujarnya lagi.
Selain itu, ada cara lain yaitu relaksasi yang dapat diberikan kepada satu atau dua perusahaan asuransi atau tidak bisa secara keseluruhan.
Regulator memberikan waktu satu tahun dalam relaksasi dengan cara membuat rencana aksi untuk memenuhi ekuitas minimum yang disetujui direksi dan pemegang saham.
Rencana aksi itu, lanjut dia, dapat berupa beragam opsi tersebut.
Sebelumnya, AAUI menyebutkan sebanyak 19 perusahaan asuransi umum diperkirakan belum mampu memenuhi ekuitas minimum dari total 71 perusahaan asuransi umum.
Sedangkan sisanya, 52 perusahaan asuransi umum diperkirakan sudah memenuhi
Untuk perusahaan reasuransi yang total ada delapan perusahaan, diperkirakan ada tujuh yang dapat memenuhi ekuitas minimal Rp500 miliar dan satu perusahaan reasuransi diperkirakan masih belum dapat memenuhi pada akhir 2026.
“Tujuan peningkatan ekuitas itu memperkuat kapasitas industri perasuransian karena nilainya masih kecil, sehingga belum bisa menyerap risiko yang dihadapi ke depan,” ujarnya pula.
Baca juga: OJK mencatat 70,5 persen perusahaan asuransi penuhi ekuitas tahap I
Baca juga: OJK catat aset industri asuransi naik 3,66 persen yoy pada April 2025
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.