NU DKI: Penggunaan produk dalam negeri pada MBG berdampak ke ekonomi

2 hours ago 2
"Pembelian produk-produk dalam negeri juga bisa meningkatkan pendapatan pajak negara karena hasil penjualan ke dapur-dapur MBG akan menyumbang pajak, terutama dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) 21 karyawan, sekaligus menda

Jakarta (ANTARA) - Pengurus Wilayah Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU) DKI Jakarta menilai penggunaan produk dalam negeri untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki banyak dampak terhadap ekonomi.

Dalam diskusi bertajuk Program MBG untuk Pesantren yang Halalan Thoyyiban di Jakarta, Jumat (26/9), Ketua RMI NU DKI Jakarta Kiai Haji Rakhmad Zailani Kiki mengatakan salah satu dampaknya, yakni bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja karena semakin banyak industri yang melakukan produksi maka semakin banyak tenaga kerja yang di butuhkan.

"Pembelian produk-produk dalam negeri juga bisa meningkatkan pendapatan pajak negara karena hasil penjualan ke dapur-dapur MBG akan menyumbang pajak, terutama dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) 21 karyawan, sekaligus mendatangkan pendapatan bagi negara dari sektor pajak," ucap Rakhmad, seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Maka dari itu, NU DKI mendukung penuh langkah pemerintah yang sudah memutuskan menggunakan produk dalam negeri untuk menjalankan program MBG.

RMI NU Jakarta juga optimistis produk dalam negeri mempunyai kualitas yang tidak kalah dengan produk impor.

"Mari kita gunakan barang lokal yang sudah pasti sesuai standar SNI sehingga aman untuk kesehatan, juga memenuhi prinsip halal karena industri lokal kita pasti lebih bisa dipertanggungjawabkan," ungkapnya.

Dukungan tersebut turut diutarakan oleh Asosiasi Produsen Wadah Makan Indonesia (APMAKI). Pada kesempatan itu, Sekretaris Umum APMAKI Ardy Susanto mengungkapkan industri dalam negeri sudah mampu melakukan produksi alat masak dan makan serta wadah makan untuk program MBG.

Dia pun memastikan alat masak hingga wadah makan atau food tray dari industri dalam negeri sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Ini juga bersertifikat halal, dalam proses produksinya tidak menggunakan pelumas hewani. Itu adalah komitmen yang dapat kami pegang," tutur Ardy.

Ardy turut menyampaikan Industri dalam negeri mampu memproduksi sekitar 82,9 juta buah alat masak dan makan dalam waktu satu tahun untuk mendukung program MBG.

Menurut dia, produk lokal lebih tebal dan kuat karena memakai bahan dengan ketebalan dari 0,4 milimeter sampai 0,5 milimeter, dengan berat antara 570 gram sampai 680 gram.

Sementara itu, sambung dia, barang wadah makanan impor memakai ketebalan bahan 0,3 mm sampai 0,38 mm, dengan berat antara 420 gram hingga 470 gram.

Selain itu, kata dia, ketersediaan suku cadangnya pun lebih terjamin ketika menggunakan wadah makanan lokal.

Dengan demikian, Ardy menyebutkan apabila ingin membeli badan atau tutup wadah makanan saja bisa tersedia, sedangkan kalau produk impor harus membeli lagi satu rangkaian dan tidak tersedia untuk suku cadang.

Di sisi lain, ia mengatakan produk wadah makan lokal menjamin keaslian bahan baku SUS 304 dengan sertifikat yang bisa ditunjukkan dan bisa sesuai dengan SNI wadah makan yang baru terbit, yaitu SNI 9369:2025.

Ditambahkan bahwa produk-produk lokal juga memenuhi syarat TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) dan mempunyai sertifikat halal sebagaimana diwajibkan oleh Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

Lebih lanjut, Ardy pun mengaku sependapat soal dampak ekonomi penggunaan produk dalam negeri. Selain bisa menyerap tenaga kerja dan meningkatkan penerimaan negara melalui pajak, kata dia, penggunaan produk dalam negeri bisa meningkatkan investasi.

Sebab, dijelaskan bahwa semakin banyak produksi, maka makin banyak pembelian, baik modal dan bahan baku yang akan dihasilkan, sehingga akan menambah investasi di dalam negeri.

Tak hanya itu, lanjut dia, penggunaan produk dalam negeri bisa memajukan sektor industri kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia selama ini.

Hal itu termasuk terjadinya hilirisasi produk baja dari hulu, penyedia bahan baku, industri menengah yang mengolah bahan baku menjadi barang setengah jadi, dan industri hilir yang mengolah bahan baku setengah jadi menjadi barang jadi sehingga nilai tambah produk baja meningkat.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |