Monopoli BPJS Kesehatan dan kinerja pelayanan fasilitas kesehatan

3 weeks ago 11

Jakarta (ANTARA) - Ketidakseimbangan antara pendapatan iuran dan beban klaim yang terus meningkat menjadi salah satu tantangan utama dalam pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS) Kesehatan. Kondisi ini tercermin dari rasio klaim yang mencapai 107,93 persen pada kuartal II tahun 2024 (DJSN, 2024).

Monopoli BPJS Kesehatan menjadi salah satu penyebab utama permasalahan. Akibatnya, beban subsidi pemerintah terus meningkat untuk menutup defisit anggaran, sehingga menekan alokasi anggaran untuk sektor lain yang membutuhkan perhatian.

Tekanan finansial yang menyebabkan keterlambatan pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan mitra berimbas langsung pada kinerja pelayanan. Fasilitas kesehatan yang menghadapi keterbatasan dana operasional sering kali mengalami penurunan efisiensi, yang berkontribusi pada antrean panjang dan waktu tunggu yang lama bagi pasien.

Selain itu, ketidakmampuan fasilitas kesehatan untuk memenuhi kebutuhan operasional secara optimal menyebabkan standar pelayanan menjadi tidak seragam di berbagai wilayah. Kondisi yang semakin buruk akibat keluhan terhadap kualitas layanan, seperti terbatasnya ketersediaan obat dan kekurangan tenaga medis, semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap sistem jaminan kesehatan nasional.

Hal ini pada akhirnya berhubungan erat dengan beban operasional yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan mitra. Beban operasional yang berat mempengaruhi efektivitas pelayanan secara keseluruhan, dengan masalah utama, seperti kurangnya tenaga administrasi untuk memproses klaim dan mengelola data peserta. Akibatnya, terjadi keterlambatan dan ketidakakuratan dalam pencatatan klaim serta pengelolaan informasi peserta.

Selain itu, sistem IT yang belum sepenuhnya optimal seringkali menghambat proses pelayanan, memperlambat alur klaim, dan menambah kesulitan dalam pelayanan medis. Beban kerja yang berlebih pada fasilitas kesehatan mitra, akibat jumlah peserta yang terus meningkat, berdampak pada kualitas pelayanan, karena tenaga medis dan administrasi terhambat dalam memberikan perawatan yang optimal.

Untuk mengatasi masalah monopoli BPJS Kesehatan, diperlukan solusi yang mencakup berbagai aspek, seperti finansial, kinerja pelayanan, dan beban operasional.

Dalam hal finansial, salah satu langkah yang diusulkan mengubah model pembiayaan dengan membedakan layanan standar dan premium dengan nama “BPJS Kesehatan Pratama” untuk layanan standar dan “BPJS Kesehatan Utama” untuk layanan lebih premium.

Selain itu, sistem iuran dapat direvisi berdasarkan tingkat ekonomi peserta, memberikan pilihan antara kedua jenis layanan tersebut, untuk mengurangi defisit. Persaingan antara BPJS Kesehatan Pratama dan BPJS Kesehatan Utama diharapkan dapat menciptakan sumber pendanaan baru, selain iuran peserta. Pemberian insentif bagi perusahaan yang mampu mencari sumber pendanaan tambahan dan menghasilkan surplus dapat mengurangi ketergantungan pada subsidi pemerintah. Surplus dari BPJS Kesehatan Utama dapat digunakan untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan Pratama.

Dalam hal kinerja pelayanan, solusi yang diusulkan mencakup penyediaan layanan digital, seperti telemedicine, untuk mengurangi antrean fisik, serta peningkatan pelatihan bagi tenaga medis dan administrasi untuk memperbaiki standar layanan.

Pengawasan yang lebih ketat terhadap fasilitas kesehatan mitra diperlukan untuk memastikan kualitas layanan tetap terjaga. Selain itu, memberikan pilihan kepada pasien antara BPJS Kesehatan Pratama yang bekerja sama dengan rumah sakit pemerintah dan beberapa rumah sakit swasta, atau BPJS Kesehatan Utama yang dapat mencakup rumah sakit yang sebelumnya tidak bermitra.

Terkait dengan beban operasional, pengembangan sistem IT yang lebih andal, seperti teknologi Blockchain, sangat penting untuk mendukung pengelolaan data dan klaim dengan lebih efisien. Selain itu, diperlukan penambahan tenaga kerja khusus yang dapat menangani kegiatan operasional perusahaan, guna memperlancar proses, memastikan pelayanan berjalan dengan baik, dan mengurangi beban yang dihadapi oleh fasilitas kesehatan mitra serta BPJS Kesehatan.

Untuk jangka panjang, mengatasi masalah monopoli BPJS Kesehatan dapat dilakukan melalui dua pendekatan utama, seperti reformasi regulasi dan peningkatan kolaborasi. Pertama, dalam hal reformasi regulasi, pemerintah dapat mengadopsi model pengelolaan kesehatan yang tidak hanya mengandalkan monopoli BPJS Kesehatan, tetapi dengan menambahkan istilah “BPJS Kesehatan Pratama” dan “BPJS Kesehatan Utama”.

Jenis layanan ini akan saling berkompetisi, memberikan pilihan kepada peserta atau pasien untuk memilih layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta atau pasien.

Kedua, untuk meningkatkan kolaborasi, dengan adanya dua jenis BPJS Kesehatan, yaitu “BPJS Kesehatan Pratama” dan “BPJS Kesehatan Utama”, pemerintah daerah dapat dilibatkan lebih aktif dengan mewajibkan peserta untuk memilih antara kedua pilihan.

Selain itu, kerja sama dengan sektor swasta sangat penting untuk mempercepat pengadaan teknologi canggih, seperti sistem Blockchain dan pengembangan infrastruktur kesehatan di daerah. Langkah ini akan meningkatkan efisiensi operasional dan memperluas akses kesehatan, meskipun BPJS Kesehatan tetap berada di bawah naungan pemerintah.

Dengan demikian, solusi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan menciptakan sistem yang lebih inklusif serta sustainability.

Diharapkan tidak ada monopoli dalam BPJS Kesehatan, sehingga ke depan tidak akan ada lagi masalah finansial. Dengan demikian, pelayanan maksimal dapat diberikan kepada peserta atau pasien.

*) Muhammad Ichsan Siregar, S.E., M.S.Ak., CSRS., CSP., CSRA. adalah dosen di Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya, mahasiswa program doktor Ilmu Akuntansi, Universitas Airlangga

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |