Modal awal asuransi RI dinilai masih rendah dibandingkan negara lain

2 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Chief Economist Danantara Reza Yamora Siregar menilai aturan modal minimum bagi perusahaan asuransi di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.

"Bahkan di kawasan, persyaratan modal kita itu masih relatif rendah dibandingkan dengan teman-teman (negara tetangga)," ujar Reza dalam acara Insurance Industry Dialogue di Jakarta, Selasa.

Sebagai perbandingan, ia mengatakan kebutuhan modal minimum perusahaan asuransi di Indonesia masih di bawah 9 miliar dolar AS atau sekitar Rp150 miliar.

Angka itu lebih rendah dari Malaysia yang mencapai 10 hingga 20 miliar dolar AS, Thailand 8 hingga 13 miliar dolar AS, Vietnam 12 miliar dolar AS, Myanmar 2,9 hingga 19 miliar dolar AS, Filipina 22 miliar dolar AS, serta Singapura 7,4 miliar dolar AS.

Sebagaimana diketahui, aturan modal minimum untuk asuransi tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

POJK tersebut mengatur kewajiban ekuitas minimum dalam dua tahap.

Tahap pertama, setiap perusahaan asuransi konvensional wajib memiliki ekuitas minimum Rp250 miliar, sedangkan perusahaan asuransi syariah Rp100 miliar paling lambat 31 Desember 2026.

Sedangkan, tahap kedua, berlaku pengelompokan perusahaan perasuransian berdasarkan ekuitas paling lambat 31 Desember 2028.

Pada tahap itu, kelompok perusahaan dengan ekuitas lebih kecil (KPPE 1) wajib memiliki ekuitas minimum Rp500 miliar untuk asuransi dan Rp200 miliar untuk asuransi syariah.

Sedangkan kelompok dengan ekuitas lebih besar (KPPE 2) wajib memiliki ekuitas minimum Rp1 triliun untuk asuransi dan Rp500 miliar untuk asuransi syariah.

Reza mengatakan kebutuhan permodalan yang lebih tinggi mendesak untuk mendukung daya saing industri nasional, termasuk dalam menangani biaya asuransi ekspor dan pengiriman barang.

"Terjadi kenaikan cost of shipping yang gila-gilaan. Nah cost of shipping yang gila-gilaan itu salah satu komponen yang paling besarnya cost of shipping insurance," katanya, menambahkan.

Terpisah, Direktur Teknik Operasi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re Delil Khairat mengamini pandangan tersebut.

Ia menilai kekuatan kapital industri asuransi dan reasuransi Indonesia memang masih tertinggal dibandingkan negara tetangga.

“Kalau nanti kita bisa meningkatkan level di POJK 23, tahun 2026-2028 kita bisa sejajar bahkan sedikit lebih tinggi dari mereka. Jadi semua perusahaan asuransi dan reasuransi sekarang under pressure untuk memperkuat kapital,” ujar Delil.

Ia menambahkan, saat ini baru ada tiga perusahaan reasuransi yang sudah memenuhi syarat ekuitas minimum Rp1 triliun untuk 2026, dan hanya satu perusahaan yang mampu melewati ketentuan ekuitas minimum tahap 2028.

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |