Menyiasati turunnya fiskal daerah

2 hours ago 3

Mataram (ANTARA) - Tahun anggaran 2026 menjadi ujian berat bagi hampir seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Setelah bertahun-tahun bergantung pada dana transfer dari pusat, kini kantong fiskal daerah mulai menipis.

Kebijakan pemerintah pusat yang mengalihkan sebagian Dana Transfer ke Daerah (TKD) berdampak langsung terhadap kemampuan belanja publik di tingkat lokal.

Di banyak provinsi, anggaran pembangunan terpaksa dipangkas, belanja rutin dirasionalisasi, sementara defisit fiskal mengintai.

Bagi kepala daerah, situasi ini bagaikan menakhodai kapal di tengah badai. Ombak kebijakan pusat datang bertubi-tubi, sementara para penumpang yang tak lain adalah rakyat tetap berharap perjalanan pembangunan tidak terhenti.

Fenomena ini bukan sekadar urusan angka dalam tabel anggaran. Di baliknya tersimpan tantangan serius, yakni bagaimana daerah tetap bisa menjalankan fungsi pelayanan publik dengan sumber daya yang kian terbatas.

Ketika TKD berkurang, ruang fiskal menyempit, dan prioritas pembangunan harus dipilih secara ketat, maka kemampuan inovasi dan efisiensi pemerintah daerah benar-benar diuji.

Dari Aceh hingga Papua, pola yang sama terlihat. Pendapatan daerah menurun, belanja dikurangi, dan defisit harus dikelola hati-hati.

Namun, di tengah keterbatasan itu, muncul pula daerah-daerah yang mencoba bertahan dengan cara lebih kreatif. Salah satu contohnya datang dari Nusa Tenggara Barat (NTB), yang kini berhadapan langsung dengan tekanan fiskal cukup besar namun memilih mengubahnya menjadi momentum untuk berbenah.

Tekanan anggaran

Provinsi NTB menjadi gambaran nyata bagaimana kebijakan fiskal nasional berimbas langsung ke daerah.

Dalam rancangan APBD 2026, total anggaran NTB turun menjadi Rp5,4 triliun, atau berkurang 15,4 persen dibanding APBD 2025 yang mencapai Rp6,4 triliun.

Penurunan itu terjadi akibat pengalihan dana transfer dari pusat senilai lebih dari Rp1 triliun.

Pemerintah provinsi mengakui kondisi fiskal tahun depan akan sangat menantang. Penurunan transfer pusat menyebabkan hilangnya banyak kantong pendanaan untuk urusan pemerintahan.

Namun, alih-alih menyerah, Pemerintah Provinsi NTB memilih menjadikan situasi ini sebagai momentum untuk berinovasi dan menata ulang prioritas pembangunan.

Arah kebijakan difokuskan pada tiga hal utama, yakni efisiensi belanja, optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD), dan reformasi regulasi pajak serta retribusi daerah.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |