Mataram (ANTARA) - Kemunculan burung Elangalap Nipon (Tachyspiza gularis) seketika menghentikan aktivitas sekelompok anak muda dari organisasi Paruh Bengkok Indonesia yang telah menghabiskan waktu berjam-berjam di atas Bukit Nipah, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
Mata mereka tertuju ke satu titik hitam yang melayang di atas langit biru tanpa awan. Itu adalah spesies burung pemangsa atau raptor asal Jepang yang datang ke wilayah tropis untuk menghindari musim dingin di kawasan timur laut Asia.
Pada Oktober hingga Desember setiap tahun, ribuan burung raptor dari belahan bumi utara melakukan migrasi sejauh puluhan ribu kilometer ke daerah hangat seperti Nusa Tenggara Barat demi alasan bertahan hidup.
Penasihat Ilmiah Paruh Bengkok Indonesia (PBI), Saleh Amin, mengatakan musim dingin membuat populasi mangsa berupa ikan, serangga, reptil, tikus, dan burung-burung kecil menurun drastis. Beberapa mangsa melakukan hibernasi dan tidak beraktivitas saat lingkungan membeku.
Kondisi itu memaksa burung raptor harus melakukan migrasi dari Jepang, China, Mongolia, bahkan Siberia ke wilayah tropis. Suhu hangat sepanjang tahun di negara-negara tropis membuat ketersediaan mangsa melimpah, sehingga burung raptor bisa terus berburu dan bertahan hidup.
"Banyak hewan melakukan hibernasi yang membuat burung pemangsa kesulitan mencari makan, sehingga mereka harus terbang ke daerah hangat agar bisa bertahan hidup," ucap Saleh Amin saat ditemui di sela aktivitas pengamatan burung migran di Lombok Utara pada pertengahan Oktober 2025.
Paruh Bengkok Indonesia melakukan pengamatan burung migran jenis raptor di Bukit Nipah, Lombok Utara, pada 18-19 Oktober 2025.
Selama dua hari pengamatan tersebut, organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang konservasi itu mencatat ada sekitar 1.100 kali terlihat burung pemangsa migran dari spesies Sikepmadu Asia (Pernis ptilorhynchus), Elangalap Cina (Tachyspiza soloensis), dan Elangalap Nipon (Tachyspiza gularis).
Selain ketiga spesies burung migran tersebut, Paruh Bengkok Indonesia juga berjumpa dengan burung pemangsa Alapalap Kawah (Falco peregrinus) dan Elang Tikus (Elanus caeruleus) yang terbang di sekitar Bukit Nipah.
Seorang warga mengamati burung migran menggunakan teleskop dalam festival migrasi burung pemangsa di Bukit Nipah, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (18/10/2025). ANTARA/Sugiharto PurnamaBanyak hewan melakukan hibernasi menjelang akhir musim gugur sebagai bentuk adaptasi alami mereka untuk bertahan hidup selama musim dingin. Akhir musim gugur adalah penanda waktu bagi burung pemangsa untuk memulai penerbangan jarak jauh.
Burung raptor meninggalkan negara asal mereka di belahan bumi utara sekitar bulan September. Mereka tiba di Nusa Tenggara Barat sekitar pertengahan Oktober setelah melintasi berbagai daerah hangat di Asia Tenggara.
Selain faktor ketersediaan makanan, sebagian spesies burung bermigrasi ke tempat yang lebih aman untuk berkembangbiak atau mencari tempat beristirahat selama perjalanan panjang lintas benua.
Burung pemangsa memanfaatkan arus udara panas naik untuk menghemat energi saat mereka melakukan penerbangan jarak jauh tersebut.
Baca juga: 16 spesies burung migran terpantau tiba di NTB
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































