Mengupas anomali dalam dinamika pertumbuhan ekonomi RI

1 month ago 12
istilah “anomali” yang digunakan bukan dalam arti negatif, melainkan sebagai sebuah fenomena yang menarik untuk dianalisis mengapa Indonesia justru tumbuh stabil ketika banyak negara lainnya tengah menghadapi tekanan atas ketidakpastian ekoenomi glob

Jakarta (ANTARA) - Performa ekonomi Indonesia kembali mencuri perhatian dunia internasional setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data resmi bahwa pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal II tahun 2025.

Capaian ini tidak hanya melampaui ekspektasi sejumlah analis domestik, tetapi juga memperkuat tren konsistensi pertumbuhan yang telah berlangsung sejak 2022.

Di tengah gejolak global, seperti ketidakpastian suku bunga The Fed, ketegangan geopolitik Timur Tengah, serta perlambatan di kawasan Eropa dan Tiongkok, ketahanan ekonomi Indonesia menjadi bahan diskusi tersendiri di berbagai forum global.

Beberapa media internasional turut menyoroti capaian ini dengan beragam sudut pandang. Nikkei Asia, misalnya, dalam artikelnya menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai “a positive outlier” di tengah tren pelambatan negara berkembang lainnya. Nikkei menggarisbawahi keberhasilan Indonesia menjaga konsumsi rumah tangga tetap kuat, terutama dari kelompok menengah-bawah, di tengah inflasi yang relatif terkendali.

Sementara itu, Bloomberg memberikan ulasan dengan nada lebih kritis, dengan menyebut bahwa angka pertumbuhan yang stabil ini tidak sepenuhnya mencerminkan dinamika struktural yang masih perlu dibenahi. Mereka menyebutnya sebagai “growth without acceleration”, yaitu pertumbuhan yang stabil tapi belum cukup mendorong transisi menuju negara berpendapatan tinggi.

Adapun Reuters dalam laporannya menyebut ekonomi Indonesia mengalami apa yang mereka sebut “resilience anomaly”, yakni ketahanan yang mengagumkan jika dibandingkan dengan pelemahan ekonomi yang terjadi di negara-negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia. Reuters menyoroti peran belanja pemerintah dan investasi infrastruktur yang tetap menjadi motor pertumbuhan, terutama menjelang masa transisi pemerintahan baru pada Oktober 2025.

Tidak ketinggalan, The Economist dalam kolom mingguan Asia-nya bahkan menempatkan Indonesia sebagai negara yang “berhasil membalikkan skeptisisme pasar” lewat kombinasi kebijakan fiskal yang disiplin dan reformasi struktural yang mulai terasa dampaknya. Meski demikian, media ini juga mengingatkan bahwa tantangan jangka menengah masih mengintai, terutama dalam bentuk ketergantungan pada ekspor komoditas dan perlunya akselerasi produktivitas industri manufaktur.

Seluruh pemberitaan ini memperlihatkan satu hal yang jelas: pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah berada di radar pengamatan dunia. Dalam konteks ini, istilah “anomali” yang digunakan bukan dalam arti negatif, melainkan sebagai sebuah fenomena yang menarik untuk dianalisis mengapa Indonesia justru tumbuh stabil ketika banyak negara lainnya tengah menghadapi tekanan atas ketidakpastian ekoenomi global.

Baca juga: Bappenas sebut ekonomi tumbuh 5,12 persen hasil rencana pembangunan

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |