Mengenal Minyakita: murah, diburu, dan bukan subsidi

5 hours ago 2
Masyarakat sering bilang Minyakita ini minyak subsidi. Ini bukan minyak subsidi, ya. Tidak ada istilah minyak subsidi

Jakarta (ANTARA) - Nama Minyakita dalam beberapa pekan terakhir menjadi sorotan lantaran ditemukan sejumlah kecurangan, seperti isi takaran yang tidak sesuai dengan yang tercantum pada label kemasan minyak goreng rakyat (MGR) tersebut.

Tentu saja, kecurangan ini merupakan ulah dari distributor nakal yang ingin mengambil untung dari popularitas Minyakita.

Seperti apa sebenarnya produk Minyakita? MGR ini dijual dengan harga Rp15.700 per liter, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.

Awalnya, Minyakita dapat diperoleh melalui berbagai kanal belanja, dari warung kelontong, pasar tradisional, swalayan, hingga perdagangan digital. Kini, produk tersebut hanya bisa didapatkan di pasar tradisional dan pengecer resmi. Maklum saja, produk ini memang ditujukan bagi masyarakat menengah bawah.

Kelahiran Minyakita merupakan sebuah strategi dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng dan pengendalian inflasi, karena sebelumnya sempat terjadi kelangkaan dan harga yang melambung tinggi.

Minyakita kemudian seperti menjadi penyelamat, khususnya bagi masyarakat kecil yang menginginkan minyak dengan harga terjangkau tapi dengan kualitas yang cukup baik.

Produk ini pertama kali diluncurkan oleh pemerintah pada 6 Juli 2022. Minyakita merupakan minyak goreng kemasan sederhana yang dijual dengan harga terjangkau sebagai upaya untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng di pasar dan memastikan ketersediaannya bagi masyarakat.

Sebelumnya, harga eceran tertinggi (HET) dari minyak goreng ini sebesar Rp14.000 per liter. Namun, dinaikkan Rp1.700 agar sesuai dengan harga biaya pokok produksi yang terus mengalami perubahan. Tentu saja, harga ini tetap lebih murah jika dibandingkan dengan kemasan premium.

Berdasarkan Permendag 18/2024, yang menggantikan Permendag 49/2022, disebutkan bahwa setiap pelaku usaha eksportir produk turunan kelapa sawit yang membutuhkan Hak Ekspor perlu mendistribusikan MGR dalam bentuk Minyakita.

MGR tersebut dapat diakui menjadi Hak Ekspor jika telah diterima di Distributor Pertama (D1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan, atau diterima di Distributor Kedua (D2) atau pengecer, apabila tidak melalui distributor BUMN Pangan yang dibuktikan dengan pelaporan di sistem teknologi digital Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH).

Setidaknya target pasokan Minyakita per bulan itu sebanyak 250 ribu ton, yang harus disalurkan kepada masyarakat.

Baca juga: Mentan temukan 7 perusahaan kurangi volume MinyaKita di Surabaya

Baca juga: Mendag temukan Minyakita di Pasar Ciracas Jakarta sesuai takaran

Salah kaprah

Mungkin masih banyak yang belum tahu bahwa Minyakita bukanlah minyak goreng bersubsidi. Minyak ini adalah hasil dari kewajiban para pengusaha yang ingin melakukan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), sehingga ia harus memenuhi kewajiban untuk menjual ke pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) dengan harga yang sudah ditetapkan.

Para pengusaha ini kemudian akan mendapatkan semacam lisensi untuk menggunakan dan memasarkan merek Minyakita. Yang perlu di garis bawahi, lisensi tersebut tidak bisa dipindah tangankan, apalagi jika distributor atau pengemas tersebut tidak terdaftar sebagai pengusaha "peserta" DMO.

Pendistribusian dan harga Minyakita yang diatur oleh Pemerintah, membuat seolah-olah minyak goreng rakyat ini merupakan subsidi dari pemerintah.

"Masyarakat sering bilang Minyakita ini minyak subsidi. Ini bukan minyak subsidi, ya. Tidak ada istilah minyak subsidi," ujar Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso.

Anggapan yang salah terkait dengan Minyakita sebagai minyak goreng subsidi dari pemerintah, mungkin saja terjadi lantaran harganya yang cukup terjangkau. Belum lagi bentuk kemasannya dalam botol, kemasan bantal (pouch) ataupun standing pouch, yang membuatnya terlihat lebih premium dibandingkan dengan minyak curah yang hanya menggunakan kantong plastik PE bening.

Bentuk kemasan yang terlihat "mahal" ini, sebenarnya merupakan salah satu ikhtiar dari pemerintah untuk mendorong masyarakat beralih dari minyak goreng curah ke minyak goreng kemasan.

Minyak goreng kemasan disebut lebih terjamin secara kualitas, kandungan gizi, keamanan dan kehalalannya dibandingkan minyak goreng curah.

Selain itu, minyak goreng kemasan juga lebih mudah didistribusikan, minim product loss, bebas kontaminasi dan dapat disimpan dalam waktu relatif lebih lama.

Hal ini kemudian terbukti, bahwa permintaan masyarakat terhadap Minyakita semakin meningkat dibandingkan dengan minyak goreng curah. Yang membeli Minyakita tak lagi masyarakat menengah bawah, sebagian menengah atas juga mulai berburu minyak goreng ini.

Di sisi lain, kemudian muncul distributor-distributor nakal yang ingin ikut bermain dalam kancah perdagangan Minyakita, demi keuntungan sendiri.

Minyakita dijual melampaui HET, dan distributor mengurangi volume per takaran, sehingga tidak sesuai label kemasan. Pengurangan ini, lantaran minyak yang digunakan merupakan minyak komersil, yang harganya sudah pasti lebih mahal.

Pemerintah tentu tidak tinggal diam, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bersama Satgas Pangan Polri bergerak untuk mencari biang kerok dari permasalahan ini.

Mendag Budi Santoso mengatakan saat ini kasus beserta bukti-bukti yang didapat masih dalam pemeriksaan. Hasilnya, disebut akan menjadi bahan evaluasi untuk memperbaiki tata kelola Minyakita, agar masalah yang sama tidak lagi berulang.

Baca juga: Ketua DPR minta pelaku kecurangan MinyaKita dihukum berat

Baca juga: Polda Jateng amankan MinyaKita tak sesuai takaran di Karanganyar

Tata kelola

Pada dasarnya tata kelola Minyakita telah diatur secara rinci dalam Permendag 18/2024. Beberapa di antaranya adalah terkait penggunaan merek Minyakita, standar mutu dan keamanan, pendistribusian hingga penetapan HET.

Untuk menutup celah yang bisa dimanfaatkan distributor nakal, peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Eliza Mardian memandang pemerintah harus memperketat pengawasan terhadap para produsen MinyaKita melalui audit yang dilakukan secara rutin untuk menjaga kualitas produk serta pendistribusiannya.

Dalam pengawasan Minyakita, harus didesain dengan sistem monitoring dan evaluasi, agar semua sesuai dengan standar dan masyarakat tidak dirugikan. Peningkatan tata kelola ini, mulai dari sistem pengawasan distribusi yang lebih ketat dari produsen hingga ke konsumen akhir, transparansi dalam penentuan harga dan subsidi, serta mekanisme verifikasi kualitas dan kuantitas produk.

Diperlukan juga sistem pelacakan distribusi (traceability) digital untuk memantau pergerakan produk, evaluasi berkala terhadap efektivitas kebijakan dan penyesuaian yang responsif, serta penguatan peran Satgas Pangan dalam monitoring dan penegakan aturan.

Tata kelola MinyaKita memerlukan perubahan sistemik mulai dari pembenahan sistem logistik hingga keandalan pemerintah menjaga harga-harga, terutama pangan, agar tidak merembet kepada kenaikan harga-harga lainnya termasuk upah tenaga kerja. Seluruh sistem yang dibangun juga perlu terintegrasi dengan sistem pengaduan masyarakat.

Pada akhirnya, masyarakat juga harus terlibat aktif dalam pengawasan Minyakita dengan cara melaporkan setiap adanya tindakan kecurangan di lapangan, sehingga pasokan terus terjaga dan tak ada permainan harga.

Baca juga: Mendag tegaskan kontrol produksi Minyakita cegah kecurangan terulang

Baca juga: Kemendag lakukan evaluasi kebijakan Minyakita setelah Lebaran

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |