Mengakhiri era ekonomi berbiaya tinggi

2 weeks ago 12

Jakarta (ANTARA) - Indonesia berada di tengah momentum strategis untuk memperkuat ekonomi digitalnya. Pertumbuhan e-commerce yang pesat telah membuka peluang besar bagi pelaku usaha, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa pada Juli 2025 nilai transaksi e-commerce mencapai Rp44,4 triliun, naik 6,41 persen dibanding bulan sebelumnya, dengan volume transaksi mencapai 466,93 juta dan rata-rata nilai transaksi Rp95 ribu.

Sementara itu, transaksi digital nasional melalui mobile banking, internet banking, dan QRIS melonjak menjadi 4,44 miliar transaksi, dengan pertumbuhan QRIS mencapai 162,77 persen.

Namun, potensi besar ini masih terhambat oleh satu persoalan klasik, apalagi kalau bukan ekonomi biaya tinggi.

Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengakui ekonomi berbiaya tinggi dan pembangunan yang mahal termasuk di dalamnya biaya logistik merupakan suatu hal yang sangat-sangat tidak efektif bagi APBN.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga menginginkan biaya logistik di Indonesia semakin rendah.

Dia mencatat, biaya logistik saat ini menjadi salah satu tantangan dalam pertumbuhan ekonomi. AHY menegaskan, penurunan biaya logistik bisa membuka ruang keuntungan yang lebih besar bagi masyarakat.

Faktanya memang menurut World Bank Logistics Performance Index, biaya logistik Indonesia saat ini mencapai sekitar 23 persen dari PDB, jauh lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN seperti Malaysia (13 persen) dan Thailand (15 persen).

Angka ini mempengaruhi harga jual produk di tingkat konsumen sekaligus menurunkan daya saing UMKM, terutama di pasar global.

Rantai pasok yang panjang, proses distribusi yang rumit, dan infrastruktur logistik yang belum merata membuat e-commerce Indonesia sulit mencapai efisiensi optimal.

Situasi ini menuntut pendekatan baru. Inovasi logistik berbasis teknologi, khususnya melalui penerapan layanan fulfillment, dapat menjadi katalis penting dalam menekan biaya distribusi sekaligus mempercepat perputaran barang.

Layanan fulfillment bisa menjadi salah satu solusi yang dikembangkan masih di Indonesia karena mengintegrasikan penyimpanan, pengelolaan stok, pengemasan, dan pengiriman dalam satu ekosistem berbasis digital.

Teknologi ini memungkinkan pelaku usaha termasuk UMKM mengakses dashboard terpadu untuk memantau proses secara real-time, mengurangi risiko kesalahan, serta mengoptimalkan efisiensi rantai pasok.

Studi kasus

Studi kasus dari berbagai negara menunjukkan bahwa transformasi logistik berbasis fulfillment mampu menekan biaya distribusi secara signifikan. Di Amerika Serikat, Amazon Multi-Channel Fulfillment (MCF) menjadi tonggak perubahan industri logistik modern.

Dengan jaringan gudang regional yang ditempatkan dekat pusat permintaan, Amazon mampu menyediakan layanan same-day hingga next-day delivery sekaligus memangkas biaya distribusi hingga 30 persen.

Zen Storage, salah satu mitra Amazon, melaporkan penurunan waktu operasional sebesar 50 persen, sementara NXTRND berhasil meningkatkan konversi penjualan hampir 9 persen berkat transparansi estimasi pengiriman kepada konsumen.

Model serupa diterapkan Deliverr, perusahaan fulfillment di AS yang menawarkan layanan pengiriman dua hari ke berbagai platform marketplace seperti Shopify, Walmart, eBay, dan Amazon.

Dengan memanfaatkan gudang bersama, integrasi teknologi lintas kanal, dan algoritma pengelolaan stok berbasis data, Deliverr membantu UMKM memberikan layanan premium tanpa harus membangun infrastruktur logistik sendiri.

Pendekatan ini membuat UMKM dapat menghemat hingga 40 persen biaya operasional sekaligus memperluas akses pasar.

Contoh terbaik di Asia Tenggara datang dari Janio, penyedia layanan logistik berbasis Singapura yang mengelola distribusi lintas negara melalui pendekatan Fourth-Party Logistics (4PL).

Dengan mengintegrasikan berbagai penyedia logistik dalam satu platform berbasis data, Janio memungkinkan pelaku usaha menyesuaikan strategi pengiriman sesuai pasar lokal.

Di Indonesia, misalnya, layanan Cash on Delivery (COD) menjadi opsi utama, sementara di Singapura dan Filipina fokus diberikan pada solusi retur barang yang lebih cepat.

Pendekatan berbasis data ini memungkinkan UMKM menurunkan biaya pengiriman hingga 20 persen dan meningkatkan akurasi distribusi lintas negara.

Selain itu, Ninja Van, salah satu pemain logistik last-mile terbesar di Asia Tenggara, berhasil mengoptimalkan proses pengiriman melalui algoritma vehicle routing optimization.

Selama pandemi, volume pengiriman Ninja Van di Singapura melonjak tiga kali lipat dan di Malaysia meningkat dua kali lipat.

Investasi pada sistem analitik rute memungkinkan perusahaan menekan waktu pengiriman sekaligus menghemat bahan bakar dan biaya operasional hingga 15 persen per pengiriman.

Dari praktik global ini, terlihat jelas bahwa keberhasilan menekan ekonomi biaya tinggi sangat bergantung pada inovasi logistik berbasis data, efisiensi jaringan distribusi, dan layanan fulfillment yang terintegrasi. Indonesia memiliki peluang besar untuk mengadopsi model serupa, dengan penyesuaian pada kondisi lokal.

Salah satu contoh penerapan di Indonesia adalah Flexofast. Dengan gudang seluas 14.000 meter persegi di Tangerang, perusahaan ini memanfaatkan Warehouse Management System (WMS) untuk mengelola produk sensitif seperti kosmetik dan personal care dengan standar penyimpanan bersuhu terkontrol.

Sistem pencatatan otomatis mempermudah pemantauan stok, pengemasan, dan distribusi secara akurat.

Pendekatan ini membuat UMKM tidak perlu membangun infrastruktur logistik sendiri, sehingga dapat menghemat hingga 35 persen biaya operasional dan fokus pada pengembangan produk serta strategi pemasaran.

Katalis perubahan

Jika layanan fulfillment diterapkan secara lebih luas di Indonesia, dampaknya terhadap penurunan biaya logistik nasional akan signifikan.

Berdasarkan simulasi kajian proyeksi di antaranya apabila 20 persen UMKM e-commerce memanfaatkan layanan fulfillment berbasis teknologi, biaya logistik nasional dapat ditekan hingga 2 persen dari PDB, setara dengan penghematan lebih dari Rp350 triliun per tahun.

Untuk UMKM individu, rata-rata biaya pengelolaan gudang dan distribusi dapat dikurangi 30–40 persen, sehingga margin keuntungan dapat meningkat tanpa menaikkan harga jual.

Dengan integrasi fulfillment dan digital payment seperti QRIS lintas negara, potensi ekspor digital UMKM Indonesia diproyeksikan naik hingga 25 persen dalam tiga tahun.

Namun, keberhasilan ini memerlukan dukungan kebijakan yang tepat dan kolaborasi lintas sektor. Sejumlah solusi dapat dipertimbangkan untuk menekan ekonomi biaya tinggi dan mempercepat transformasi logistik nasional.

Indonesia di antaranya, perlu membangun pusat distribusi regional di kota-kota strategis. Pusat distribusi yang dekat dengan konsumen akan mempersingkat rantai pasok, menurunkan biaya pengiriman, dan mempercepat waktu layanan, sebagaimana dilakukan Amazon di Amerika Serikat.

Kemudian, mendorong digitalisasi rantai pasok dengan integrasi teknologi fulfillment. Pemerintah, penyedia logistik, dan platform e-commerce perlu membangun dashboard logistik nasional untuk memantau aliran barang secara real-time, meningkatkan transparansi, dan mengurangi inefisiensi.

Dan tak kalah penting, memberikan insentif dan pendampingan bagi UMKM untuk adopsi teknologi logistik.

Subsidi penggunaan gudang bersama, pelatihan manajemen digital, dan integrasi pembayaran elektronik dapat membantu UMKM memanfaatkan layanan fulfillment tanpa terbebani biaya awal yang besar.

Momentum besar juga datang dari rencana Bank Indonesia meluncurkan QRIS lintas negara pada akhir 2025, termasuk dengan China. Integrasi ini akan memperluas pasar UMKM Indonesia ke tingkat internasional.

Namun, tanpa sistem logistik dan fulfillment yang efisien, peluang tersebut sulit dimanfaatkan secara maksimal.

Dengan modernisasi logistik yang tepat, Indonesia bukan hanya akan mampu menekan ekonomi biaya tinggi, tetapi juga memperkuat posisi UMKM sebagai tulang punggung ekonomi digital nasional.

Penerapan layanan fulfillment berbasis teknologi, didukung kolaborasi pemerintah, sektor swasta, dan inovator digital, akan menciptakan ekosistem e-commerce yang inklusif, efisien, dan berdaya saing global.

Transformasi logistik bukan sekadar soal pengiriman barang, tetapi investasi strategis untuk masa depan ekonomi.

Jika Indonesia bergerak cepat, layanan fulfillment dapat menjadi katalis perubahan yang membawa UMKM naik kelas, memperluas akses pasar, dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat pertumbuhan e-commerce terbesar di Asia Tenggara.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |