Menempa karakter dan bakat di Sekolah Rakyat

2 months ago 22

Tabanan, Bali (ANTARA) -

Aroma cat masih tercium begitu memasuki gedung Sentra Mahatmiya Bali di Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali.

Kompleks gedung milik Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial, itu sudah rampung direnovasi untuk menyambut pembukaan Sekolah Rakyat di Pulau Dewata.

Di kawasan seluas 6.235 meter persegi itulah untuk pertama kalinya anak-anak dari keluarga miskin yang sudah menyelesaikan pendidikan sekolah dasar bisa melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dengan nama Sekolah Rakyat Menengah Pertama 17 Tabanan.

Sekolah Rakyat itu saat ini merupakan satu-satunya ada di Bali dan termasuk bagian dari total sementara 65 titik Sekolah Rakyat di berbagai wilayah Indonesia.

Suasana haru dan bahagia campur aduk mewarnai hari pertama masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) yang diikuti 75 orang peserta didik baru pada Senin, 14 Juli 2025.

Ada yang menangis seakan tak ingin melepaskan pelukan orang tua, ada juga yang riang gembira dan antusias berkeliling mengenali lingkungan sekolah.

Dalam waktu tiga tahun mendatang, para peserta didik baru itu harus terpisah dari keluarga dan tinggal di asrama.

Membantu warga miskin

Mata Ari Jumarta Wiguna masih berkaca-kaca setelah tiba di sekolah tersebut. Sesekali ia menyeka air mata yang menetes di pipinya.

Masih mengenakan seragam sekolah dasar (SD) dengan ciri khas warna merah dan putih, siswa berusia 12 tahun itu, dengan dibantu sang nenek, menenteng tas berisi beberapa pakaian pribadinya menuju kamar di asrama khusus laki-laki yang ada di dalam kawasan tersebut.

Sementara itu, sang ayah Wayan Martika Yana tampak tegar melepas anak semata wayangnya itu untuk belajar di Sekolah Rakyat.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai buruh serabutan asal Desa Mengesta, Kabupaten Tabanan itu hanya berharap anaknya bisa belajar lebih rajin dan disiplin.

Ia begitu terbantu dengan program Sekolah Rakyat karena diberikan secara gratis mengingat kendala biaya yang selama ini dihadapi.

Senada dengan Wayan Martika Yana, orang tua lainnya yakni Ketut Nadiasih juga bersyukur anak keempatnya yakni Natalia Pradnya Putri menjadi angkatan pertama Sekolah Rakyat di Bali itu.

Biaya menjadi alasan utama ia menyekolahkan anaknya di tersebut karena sang ayah bekerja sebagai buruh serabutan, sedangkan dirinya mengurus anak-anak sebagai ibu rumah tangga.

Sekolah Rakyat di Pulau Dewata itu saat ini memang dikhususkan kepada pelajar menengah pertama rentang usia sekitar 12-15 tahun dari keluarga ekonomi tidak mampu.

Baca juga: Mensos motivasi siswa Sekolah Rakyat Kupang agar semangat belajar

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |