Menelisik dwilogi pidato Presiden Prabowo

1 month ago 17
dwilogi pidato ini adalah momen di mana pemerintah Indonesia secara sadar memilih jalan terjal tapi transformatif

Jakarta (ANTARA) - Tanggal 15 Agustus 2025 akan dikenang sebagai hari ketika sebuah dwilogi politik dipentaskan di panggung kenegaraan.

Yang terjadi pada hari itu bukan sekadar dua pidato yang kebetulan disampaikan pada hari yang sama, terapi sebuah narasi utuh yang disajikan dalam dua babak.

Babak pertama, pidato kenegaraan di pagi hari, adalah deklarasi perang ideologis terhadap sebuah sistem yang mapan. Babak kedua, pidato pengantar RAPBN 2026 di sore harinya, adalah pengungkapan "mahar fiskal" senilai Rp3.786,5 triliun untuk mendanai perang tersebut.

Inilah cetak biru sebuah pertaruhan raksasa, sebuah proyek restrukturisasi nasional yang paling ambisius dalam sejarah Republik Indonesia.

Babak pertama dibuka dengan diagnosis tajam tentang penyakit kronis bangsa, yaitu sebuah sistem di mana, menurut Presiden, "yang menikmati pertumbuhan ekonomi kita hanya segelintir orang saja".

Presiden secara terbuka mengkritik praktik "serakahnomics" yang disebutnya dilakukan oleh "para pengusaha yang mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan menipu dan mengorbankan rakyat Indonesia".

Resep yang ditawarkan adalah kembali ke Pasal 33 UUD 1945, sebuah seruan untuk merebut kembali kedaulatan ekonomi.

Namun, narasi heroik ini menyederhanakan masalah. Apakah problem utamanya hanya keserakahan segelintir pihak, atau justru kegagalan sistemik negara dalam menciptakan regulasi yang adil dan pengawasan yang efektif? Tanpa amunisi, sebuah deklarasi perang hanyalah teriakan hampa.

Baca juga: Pidato Prabowo, dari tantiem direksi BUMN hingga hilirisasi ekonomi

Baca juga: Pidato RAPBN Prabowo komitmen kuat pemerintah soal transparansi fiskal

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |