Jakarta (ANTARA) - Untuk pertama kalinya, lomba Anugerah Jurnalistik Adinegoro (AJA) 2024 mengajak pers mahasiswa ikut kegiatan bergengsi itu untuk memperebutkan piala Adinegoro dengan hadiah uang tunai 25 juta rupiah.
Selain kategori pers kampus, ada juga pers warga yang merupakan penghargaan khusus untuk melengkapi lima kategori pers yang ada, yakni cetak, video, audio, siber, dan foto yang dilombakan dalam AJA 2024.
Namun sayang, tidak banyak pers mahasiswa yang berminat, karena bisa jadi kurang luasnya informasi yang disampaikan panitia atau mungkin tema lomba kurang menantang bagi mahasiswa. Sebelumnya, pihak panitia sudah berusaha merangkul pers mahasiswa, antara lain, dengan mengadakan pelatihan pers kampus.
Tema lomba pers mahasiswa adalah Kepedulian Generasi Z terhadap Lingkungannya. Jumlah kampus, menurut data Badan Pusat Statistik 2024, mencapai 145 negeri dan 2.990 swasta, dan hampir semuanya mempunyai lembaga pers mahasiswa.
Ketidakhadiran pers mahasiswa untuk AJA 2024 dapat dimaknai lain, mengingat mahasiswa sebagai anak muda yang memiliki karakteristik dan tantangan idealisme tersendiri.
Bisa jadi, mereka menjadi wartawan kampus bukan karena mengejar hadiah, meski di sisi lain kegiatan mereka sering terkendala kurangnya dana operasional.
Sikap seperti ini sejalan dengan pemikiran Adinegoro (1904-1967), pejuang dan perintis pers yang juga salah seorang pendiri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Solo, 9 Februari 1946, bahwa untuk menjadi wartawan haruslah dari panggilan hati.
Pers, menurut Adinegoro dalam bukunya Falsafah Merdeka (1950), seperti mata-air uang, yang akan tumbuh dengan baik jika pemimpin dan wartawannya tidak mata duitan.
Anak muda adalah darah muda yang diibaratkannya sebagai tanaman di kebun yang dirawat, disemai dan diberi pupuk oleh petani dengan penuh perhatian. Oleh karena itu, ia pun menilai kader profesi terdidik dan berdedikasi dapat “dipetik” dari kampus. Kampus ibarat kebun yang menciptakan kader profesional.
Mengapa pers mahasiswa perlu menjadi kepedulian serius di tengah kehidupan industri pers sekarang ini yang semakin gamang?
Hal ini ditandai dengan semakin banyak perusahaan pers yang gulung tikar. Tahun 2024, data Dewan Pers mencatat 120 perusahaan pers terutama online yang tutup. Tanda-tanda lainnya adalah semakin buruknya skor Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) dengan 20 indikator selama sembilan tahun berturut-turut sejak diselenggarakan tahun 2016, selalu di bawah 80. Tahun 2024, hanya mencapai skor 69,36 yang dapat dimaknai belum baik.
Belum lagi masalah etika dan profesionalisme wartawan yang sampai sekarang masih menjadi isu penting. Pengaduan masyarakat terkait dengan kelakuan wartawan ke Dewan Pers pada 2023 ada 813 kasus.
Cukup panjang
Pers mahasiswa mempunyai sejarah cukup panjang, dimulai dari sebagai bagian gerakan mahasiswa sejak zaman penjajahan sampai sekarang.
Mahasiswa memulai karya-karya tulisannya melalui penerbitan lokal atau penerbitan umum yang ada dengan biaya sendiri untuk berperang melawan penjajah dengan narasi. Setiap tulisan selalu diselipkan kritik sosial sekaligus menanamkan kesadaran berbangsa bagi masyarakat Indonesia.
Begitu juga dengan Adinegoro yang waktu itu sebagai mahasiswa kedokteran justru lebih menekuni dunia jurnalistik dan menjadikan tulisannya sebagai pedang melawan penguasa kolonial.
Keberanian jurnalistik mahasiswa sebelum kemerdekaan terus menggeliat sampai sekarang dan menjadikan tulisannya di surat kabar sebagai suatu kekuatan untuk kebaikan masyarakat luas.
Selain isu-isu kampus dan kemahasiswaan, pers mahasiswa juga memuat konten berita dan artikel yang terkait dengan isu publik sebagaimana banyak diberitakan oleh pers umum.
Dengan tulisannya, pers mahasiswa menunjukkan keberpihakannya pada pelbagai masalah dengan berbagai risiko yang dihadapinya. Inilah suara pers mahasiswa dalam narasi di media sebagai bentuk kepedulian terhadap pelbagai masalah di lingkungannya.
Tulisan Zulkifli Ramadhani di pers kampus Universitas Andalas, misalnya, berjudul Antara Sampah dan Kepedulian: Realitas Sekolah Berdekatan dengan TPA yang dimuat di media gentaandalas.com, terpilih menjadi pemenang kategori pers kampus AJA 2024.
Hasil penelitian Wisnu Prasetya Utomo (2013) dalam buku Pers Mahasiswa Melawan Komersialisasi Pendidikan menunjukkan bagaimana keberanian dan keberpihakan tegas pers kampus Balairung (UGM), Catatan Kaki (Universitas Hasanuddin), dan Suara USU (USU) memosisikan diri anti-komersialisasi pendidikan yang waktu itu menjadi isu nasional.
Gejolak darah muda menumbuhkan keberanian wartawan kampus mencari kebenaran dengan berbagai risiko.
Hasil riset Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) 2021 menunjukkan terjadi 185 kekerasan terhadap pers mahasiswa di seluruh Indonesia, antara lain teguran, pencabutan berita, penurunan nilai A menjadi E, menyetop dana bantuan redaksi, larangan terbit (Hasan, 2022).
Meski masih dihadapkan pada berbagai masalah, pers mahasiswa sampai sekarang masih mampu menunjukkan eksistensinya, sama dengan program ekstrakurikuler lainnya di kampus. Ada kebanggaan tersendiri dengan menjadi wartawan kampus, apalagi sebagian alumninya berhasil menjadi wartawan di media terkemuka.
Bahkan banyak yang menganggap mahasiswa pers adalah sosok pintar karena urusannya dengan tulis menulis, suatu kegiatan yang kurang disukai mahasiswa umumnya.
Baca juga: Ketua Dewan Pers paparkan upaya penguatan perlindungan pers mahasiswa
Potensi besar
Di sisi lain, Dewan Pers menyadari potensi pers mahasiswa sebagai cikal bakal wartawan profesional. “Bahkan, pers mahasiswa lebih kritis, sehingga mampu menjadi media alternatif bagi masyarakat,” kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu.
Pers mahasiswa, katanya, merupakan salah satu titik penting dalam perkembangan kemerdekaan pers dan juga modalitas utama jurnalisme ke depan.
Oleh sebab itu, Dewan Pers memandang perlu perhatian kepada pers kampus dan memberi perlindungan bagi mereka dalam menjalankan kerja jurnalistik. Lembaga pers mahasiswa bukanlah badan hukum pers, melainkan unit kegiatan mahasiswa yang berada di bawah otoritas kampus perguruan tinggi.
Menyikapi kondisi seperti itu, Dewan Pers menjalin kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Ditjen Dikti Ristek), Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ristek. Perjanjian Kerja Sama tentang Penguatan dan Perlindungan Aktivitas Jurnalistik Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi, ditandatangani kedua pihak 18 Maret 2024.
Perjanjian tersebut memuat dua hal penting bagi kegiatan pers mahasiswa yaitu peningkatan kompetensi dan penyelesaian sengketa jurnalistik pers mahasiswa melalui Dewan Pers. Dengan adanya perjanjian ini, diharapkan para aktivis pers kampus dapat merasa lebih aman dalam menjalankan kegiatan jurnalistik.
Bukan hanya itu, perhatian Dewan Pers terhadap pers kampus juga diwujudkan melalui program menyambangi kampus-kampus untuk memberikan pelatihan jurnalistik kepada para mahasiswa pengelola pers kampus, dengan tajuk “Dewan Pers Sambang Kampus dan Coaching Clinic Pers Mahasiswa”.
Kegiatan ini sebagai bentuk dukungan kepada pers kampus, dengan melatih aktivis pers kampus memahami prinsip-prinsip dasar jurnalistik untuk menghasilkan karya jurnalistik berkualitas.
Selain itu, media besar seperti surat kabar Kompas, kumparan.com, majalah Tempo, dan media siber Project Multatuli, juga melakukan kolaborasi dalam liputan investigasinya dengan melibatkan media kecil dan wartawan kampus.
Dengan demikian, pers mahasiswa dapat tumbuh dan berkembang serta menjadi lebih bersuara, agar kelak menjadi wartawan profesional.
*) Dr Artini, Ketua AJA 2024, Pemimpin Lembaga Pendidikan Jurnalistik Antara 2003-2006
Baca juga: ANTARA berbagi tips liputan mendalam di FISIP Untad Palu
Copyright © ANTARA 2025