Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan bakal mengevaluasi dampak dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor usai aturan tersebut diberlakukan.
Pernyataan tersebut disampaikan Mendag, merespons keluhan petani tebu domestik yang meminta untuk dilakukan penundaan penerapan aturan tersebut, karena dinilai membuat stok tetes tebu/molase menumpuk dan tak terserap pasar.
"Permendagnya baru berlaku hari ini," kata Mendag ditemui di Jakarta, Jumat.
"Baru hari ini. Kalau kita mau evaluasi ya sudah berlaku," ucapnya lagi.
Menurut Mendag, aturan tersebut tak berdampak ke produsen tetes tebu domestik, mengingat selama ini volume impor tetes tebu dalam kurun lima tahun terakhir terus menurun, serta dalam aturan baru itu tidak lagi memerlukan rekomendasi.
"Mulai hari ini coba kita lihat perkembangannya seperti apa," ucapnya.
Sebelumnya, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendorong percepatan pembayaran hasil tebu, khususnya gula petani sekitar 100 ribu ton yang telah menumpuk dua bulan dan belum terserap pasar secara optimal.
Sekretaris Jenderal APTRI M Nur Khabsyin berharap agar proses administrasi tidak berlarut, karena petani telah menunggu lama untuk mendapatkan pembayaran yang menjadi hak mereka setelah menyerahkan hasil panen ke pabrik gula.
"Kami mohon itu secepatnya dibayarkan ke petani. Ini prosesnya masih lama, masih administrasi. Jadi, belum ada pembayaran ke petani. Kami mohon proses administrasi dibayarkan sehingga petani yang sudah nunggu dua bulan ini bisa dibayari," kata Nur di sela Seminar Ekosistem Gula Nasional di Jakarta, Rabu (27/8).
Disebutkan kesepakatan penyerapan gula tersebut telah ditandatangani pada 22 Agustus 2025, dengan target penyerapan sekitar 100 ribu ton, meski hingga kini belum ada kejelasan waktu pembayaran ke petani.
Nur menekankan pentingnya kepastian jadwal penyerapan, bukan hanya janji berulang sehingga petani memiliki kejelasan waktu dalam menerima pembayaran atas hasil panen.
"Kesepakatannya yang dibayarkan total 100 ribu ton. Itu yang sudah menumpuk selama dua bulan, Tapi setelah itu ini masih ada lagi. Tapi ini kami mohon yang 100 ribu ton itu diselesaikan dulu," tuturnya.
Dia meminta penyerapan tidak hanya terbatas pada tujuh pabrik gula tertentu, melainkan mencakup seluruh gula petani yang belum laku, baik di pabrik gula BUMN maupun pabrik gula swasta.
Menurut APTRI, gula petani yang belum laku masih cukup besar, sehingga diperlukan langkah konkret untuk memastikan seluruh produksi dapat diserap dan petani segera memperoleh kepastian pembayaran.
Baca juga: Mendag akselerasi rasio usaha capai 10 persen jadikan RI negara maju
Baca juga: Pemerintah belum berencana ubah HET Minyakita
Baca juga: Mendag: Semua "food tray" perlu SNI demi keamanan konsumen
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.