Jakarta (ANTARA) - Olahraga tradisional Pacu Jalur beberapa waktu belakangan ini menjadi pusat perhatian warganet baik di dalam negeri, maupun di luar negeri.
Para pedayung di Kuantan Singingi, Riau yang berlomba adu kecepatan membelah sungai seakan mendapatkan semangat dari aksi penari cilik di ujung perahu atau jalur.
Aksi sang penari cilik yang menghadirkan gerakan spontan nan ikonik di ujung perahu atau jalur itu pun menarik perhatian, pasalnya di tengah kecepatan perahu yang melaju kencang, sang penari harus menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh ke sungai.
Rayyan Arkan Dhika, salah satu penari pacu jalur berusia 11 tahun yang terkenal lewat jalur media sosial berkat tren yang disebut “aura farming”, mengakui bahwa ia pernah beberapa kali terjatuh saat beraksi di atas perahu. Namun rupanya hal itu tak menyurutkan tekadnya menjadi seorang penari Pacu Jalur.
Tarian ala Rayyan Arkan Dhika ramai di salah satu platform media sosial bahkan dikenal hingga kancah internasional. Sederet selebritas dalam negeri dan pemain sepak bola dunia, sebut saja Neymar, Travis kece hingga pembalap Marc Marquez turut meramaikan konten pribadi mereka dengan tarian pacu jalur.
Konten yang kerap diwarnai dengan lagu latar “Young Black and Rich” yang dilantunkan oleh Rapper asal Amerika Serikat Melly Mike ini pun berhasil mendapat apresiasi dari sang penyanyi.
Bahkan, sang penyanyi mengatakan bakal menyambangi Indonesia untuk hadir di Riau dan meramaikan tradisi pacu jalur pada 20 hingga 24 Agustus 2025.
Mulanya, jalur atau perahu kayu yang terbuat dari sebatang kayu utuh yang berusia di atas 100 tahun merupakan transportasi logistik hasil bumi di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau pada abad ke-17.
Jalur yang mampu menampung sekitar 40-60 penumpang itu kemudian berkembang menjadi sebuah ajang olahraga tradisional dan menjadi sebuah festival tahunan terbesar di Kuansing bahkan menjadi festival yang dinantikan untuk meramaikan HUT Kemerdekaan RI yang biasa digelar di sungai Batang, Kuantan, Teluk Kuantan.
Sejarawan lulusan Universitas Indonesia Allan Akbar menilai bahwa tren aura farming merupakan aksi gerak spontan di haluan perahu yang mampu memengaruhi kepercayaan diri sekaligus membuai perasaan penonton.
Menurut dia, tradisi ini lebih dari sekedar olahraga, tapi mengandung nilai kolaborasi, solidaritas, dan identitas sosial.
Pria yang juga tergabung dalam komunitas Klub Tempo Doeloe ini menjelaskan bahwa jalur atau perahu yang didayung oleh puluhan orang ini pun memiliki keselarasan penuh makna yang secara filosofis menyatukan nilai-nilai gotong royong, kekompakan, identitas budaya, semangat kolektif dan akar spiritual masyarakat Kuansing.
Baca juga: Profil Dhika 'Aura Farming' yang dapat beasiswa Rp20 Juta dari Menbud
Baca juga: Fenomena Pacu Jalur jadi sorotan internasional, kebanggaan Riau
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.