Jakarta (ANTARA) - Meski dengan langkah tertatih dalam melakukan transisi energi, Indonesia masih menggaungkan komitmennya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32–43 persen pada tahun 2030.
Pada pertengahan Desember 2024, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan bahwa capaian bauran energi baru terbarukan (EBT) per pekan kedua Desember 2024 mencapai 13,93 persen, dan dibidik naik hingga 14,1 persen pada akhir tahun 2024.
Capaian bauran energi tersebut tidak menunjukkan perubahan sejak Kementerian ESDM menyampaikan laporan realisasi bauran energinya pada semester I-2024.
Berbagai alternatif ditempuh oleh Indonesia untuk mengubah ketergantungannya dengan energi fosil menjadi energi baru dan energi terbarukan, seperti melakukan uji terap campuran bahan bakar minyak jenis minyak solar dengan bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel sebesar 40 persen atau B40, menggencarkan proyek pemanfaatan panas bumi, hingga mempertimbangkan opsi penggunaan nuklir sebagai pembangkit listrik.
Berikut adalah rangkuman berbagai upaya Indonesia untuk melakukan transisi energi dalam setahun.
Uji coba B40
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan pengujian penggunaan B40 untuk otomotif maupun nonotomotif sudah tuntas, dan hasilnya telah ia sampaikan kepada Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Keberhasilan dalam melakukan uji coba tersebut melandasi keyakinan Kementerian ESDM untuk mengimplementasikan biodiesel 40 (B40) pada 2025, dengan target volume B40 yang akan diproduksi, secara keseluruhan, sebanyak 15,62 juta kiloliter (KL).
Eniya pun optimistis penggunaan B40 ini bisa makin meningkatkan penghematan devisa negara dari pengurangan impor solar dibandingkan biodiesel sebelumnya, yakni B35. Peningkatan pemakaian biodiesel juga akan makin menurunkan emisi karbon di Indonesia.
Pada tahun 2023, Eniya menyampaikan bahwa penghematan devisa dari penggunaan B35 pada sektor otomotif dan non-otomotif mencapai Rp122 triliun. Dengan penerapan B40, Eniya meyakini penghematan bisa mencapai sekitar 9 miliar dolar AS atau sekitar Rp144 triliun.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024