Liga Europa jadi urusan hidup mati untuk Manchester United

10 hours ago 6
Anda tak boleh kaget jika mendapati United tak terlalu ngotot dalam pertandingan liga dan sebaliknya mati-matian di Liga Europa seperti saat mengandaskan Lyon.

Jakarta (ANTARA) - Sebenarnya bukan hanya untuk Manchester United, Liga Europa musim ini juga urusan hidup mati bagi Tottenham Hotspur.

Namun karena profil United lebih besar dan lama menyandang predikat salah satu klub terkaya di dunia, Liga Europa lebih menarik dikaitkan dengan United.

Liga Europa musim ini tak hanya tentang sepak bola, tapi juga tentang nasib bisnis sebuah klub yang lagi kesulitan keuangan seperti MU.

Baik MU maupun Spurs menyisakan enam pertandingan liga, seperti 18 klub Liga Premier lainnya.

Mereka sudah tak mungkin finis enam besar, yang menjadi zona kompetisi Eropa.

Mereka bisa menyeruak ke enam besar hanya jika tim-tim di atasnya kalah dalam enam laga terakhir, dan mereka memenangkan enam laga terakhirnya. Dan ini mustahil terjadi.

Kemustahilan ini membuat mereka pragmatis untuk fokus ke Liga Europa, karena inilah pintu masuk ke Liga Champions musim depan, yang bagus untuk keuangan klub dan menaikkan daya pikatnya di mata para bintang pada bursa musim panas nanti.

Mereka tak akan terlalu ngotot dalam enam pertandingan liga tersisa, asal tak terdegradasi dan tak memperparah krisis cedera yang bisa menghancurkan proyek Liga Europa mereka.

Skenario degradasi pupus untuk kedua klub itu, karena mereka sudah berselisih 17 poin dan 16 poin dari peringkat 18, Ipswich Town.

Ipswich kemungkinan menyusul Southampton yang sudah terdegradasi dan Leicester City yang di ambang degradasi.

Meskipun setiap posisi dalam klasemen liga membuat sebuah tim Liga Inggris mendapatkan 3,1 juta pound (Rp69 miliar), jumlah ini tak cukup mengatasi masalah keuangan kedua tim, khususnya MU.

Musim lalu United mendapatkan 40,5 juta pound (Rp105 miliar) karena finis urutan delapan, yang merupakan terburuk sejak liga utama Inggris direbranding menjadi Liga Premier pada 1992.

Saat ini, United menempati urutan ke-14 dengan 38 poin, hanya satu poin di atas Spurs yang menduduki peringkat ke-15.

Jika mengakhiri musim ini sama dengan musim lalu pada urutan kedelapan, maka United bakal mendapatkan lagi 40,5 juta pound.

Tapi jika finis di bawah itu, maka pemasukan United bakal mengecil.

Bahkan 40,5 juta pound tak akan menolong United, yang terus merugi dalam tiga musim terakhir dan dililit utang yang terus menggunung.


Bisa melegakan nafas keuangan

Kendati masih ditempatkan pada urutan keempat oleh Deloitte Money League sebagai salah satu klub berpendapatan terbesar di Eropa pada 2025, United yang berpemasukan 636,95 juta pound (Rp14,3 triliun) merugi 113 juta pound (Rp2,52 triliun) pada musim lalu.

Padahal, meminjam analisis ESPN beberapa waktu lalu, Liga Premier hanya membolehkan sebuah klub merugi 105 juta pound dalam kurun tiga tahun terakhir.

United juga menghadapi kenyataan pahit oleh terus naiknya utang yang bertambah 515,7 juta pound, ditambah utang fee transfer 414 juta pound.

Bunga utang yang ditanggung Setan Merah pun mencapai 35 juta pound (Rp782 miliar) per tahun.

Akhir tahun lalu Setan Merah harus mengeluarkan 14,5 juta pound untuk kompensasi akibat memecat Erik ten Hag dan direktur olahraga Dan Ashworth.

Beban yang menggunung ini memaksa United melego asset-assetnya, khususnya pemain.

Pemilik saham minoritas, Jim Ratcliffe, bahkan membarengi langkah itu dengan efisiensi gila-gilaan, dengan memecat karyawan dan mencabut keistimewaan-keistimewaan seperti makan siang gratis untuk staf non pemain.

Tapi ketika harus melepas pemain, mereka menghadapi aturan ketat Liga Inggris yang tak membolehkan klub mengakhiri kontrak pemain, kecuali pemain melakukan tindakan tidak terpuji atau setuju mengakhiri kontrak.

Muncul persoalan lain, yakni kebanyakan pemain yang ingin dilepas MU ditawar oleh klub lain dengan harga lebih rendah dari harga ketika MU membeli pemain-pemain itu. Lebih buruk lagi, sejumlah pemain sama sekali tak diminati klub lain.

Tak heran, pemain-pemain mahal yang menguras pengeluaran gaji seperti Marcus Rashford, Anthony dan Jadon Sancho dipinjamkan kepada klub lain, demi mengurangi beban gaji United.

Hanya sejumlah pemain yang laku dijual, dan itu asset-asset hebat, seperti Scott McTominay yang kini bagian instrumental dalam sukses Napoli di Liga Italia.

Kesulitan-kesulitan ini membuat United pragmatis mengalihkan perhatian ke Liga Champions.

Walaupun Liga Europa juga menawarkan pemasukan besar, Liga Champions lebih bisa mengatasi bolong keuangan MU.

Musim lalu, Atalanta mendapatkan 18,23 juta pound karena menjuarai Liga Europa. Musim ini, juara Liga Europa bakal mendapatkan pemasukan lebih besar, 27,04 juta pound.

Ditambah setiap pertandingan Liga Europa, maka jika menjuarai Liga Eropa musim ini, United bisa mendapatkan pemasukan paling sedikit 60 juta pound (Rp1,34 triliun).

Angka sebesar itu sudah bisa melegakan nafas keuangan United dari cekikan rugi dan utang.


Mati-matian di Liga Europa

Tapi mendapatkan 100 juta pound (Rp2,23 triliun) per musim karena bertanding di Liga Champions, jauh lebih melegakan.

Musim ini, Liverpool, Arsenal, Barcelona, Bayer Leverkusen, Inter Milan dan Atletico Madrid, mendapatkan pemasukan 70 juta pound (Rp1,56 triliun) dari Liga Champions, padahal saat itu kompetisi belum masuk semifinal.

Sebuah klub yang mulus sampai final Liga Champions bakal mendapatkan pemasukan 138 juta euro (Rp3,08 triliun).

Oleh karena itu, jalan Liga Champions lewat Liga Europa menjadi jalur seksi untuk mengatasi keuangan United.

Lagi pula ada dampak lain jika absen dalam Liga Champions, yakni berkurangnya dana dari sponsor.

Adidas, yang terikat kerja sama selama 10 tahun dengan MU, berhak mengurangi kewajiban sponsornya sebesar 10 juta pound (Rp233 miliar) per musim jika United tak tampil dalam Liga Champions. MU mendapatkan 90 juta pound per musim dari Adidas.

Intinya, tidak tampil dalam Liga Champions akan membuat United kehilangan potensi pemasukan lebih dari 100 juta pound, padahal dana sebesar ini bisa membantu meringankan keuangan klub dan menjadi modal untuk membeli pemain baru.​

Situasi sulit ini membuat MU tak memiliki pilihan selain mati-matian menjuarai Liga Europa musim ini. Ini juga satu-satunya tiket tetap tampil dalam kompetisi Eropa musim depan.

Gagal di sini akan membuat United menjalani musim depan tanpa satu pun kompetisi Eropa.

Maka dari itu, Anda tak boleh kaget jika mendapati United tak terlalu ngotot dalam pertandingan liga dan sebaliknya mati-matian di Liga Europa seperti saat mengandaskan Lyon dalam drama sembilan gol pada perempat final leg kedua.

Itu mungkin bagian dari strategi Ruben Amorim guna mendapatkan tiket Liga Champions yang akan membuka skenario-skenario baik pada musim depan.

Itu juga tentang daya tarik klub bagi pemain-pemain besar yang bersedia ditarik ke Old Trafford.

Pemain-pemain bintang acap menolak pinangan klub yang tak bermain di Liga Champions.

Semua pelatih klub besar Eropa merasakan hal itu, termasuk Pep Guardiola yang melihat Manchester City terancam tak bermain dalam Liga Champions musim depan.

Akan terlihat menarik jika musim depan City tak berada di Liga Champions, ketika United atau Spurs yang berperingkat jauh lebih rendah, malah mengikutinya.

Tapi itu terjadi jika Bodo/Glimpt dan Atletico Bilbao tak bisa menghentikan kedua tim Inggris itu dalam semifinal Liga Europa awal Mei nanti.

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |