MAMI: Tarif AS tak guncang pasar, Fed berpeluang pangkas suku bunga

1 month ago 10
Walaupun tidak seburuk prediksi awal, kenaikan tarif perdagangan AS untuk dunia tidak bisa diabaikan, karena lonjakannya cukup tinggi dari kisaran 2 persen di akhir 2024 menjadi kisaran 18 persen di Agustus 2025,

Jakarta (ANTARA) - Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Syuhada Arief menilai, pengumuman final tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) awal Agustus 2025 tidak memicu gejolak besar di pasar keuangan, meski tarif tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Melihat kondisi pasar tersebut, MAMI memproyeksikan bank sentral AS alias The Federal Reserve (The Fed) memiliki ruang cukup besar untuk memangkas suku bunga acuan Fed Funds Rate (FFR) satu hingga dua kali sebelum akhir tahun.

Menurut Syuhada dalam keterangan di Jakarta, Senin, ada dua faktor utama yang membuat pasar relatif tenang. Pertama, kepastian kebijakan tarif mengurangi ketidakpastian yang membayangi sejak awal pemerintahan Presiden Donald Trump.

“Pengumuman final serangkaian tarif perdagangan AS di awal Agustus dengan berbagai kategorinya seperti tarif dasar, tarif resiprokal, dan tarif sektoral/spesifik mengurangi ketidakpastian yang ada sejak awal pemerintahan Presiden Trump, dan membuat postur tarif perdagangan dunia ke depan semakin terbentuk lebih jelas,” katanya.

Baca juga: Tarif Trump berlaku, harga BBM Pertamina, Shell, bp, Vivo tetap stabil

Kedua, besaran tarif final ternyata tidak setinggi angka yang diumumkan pada April 2025. Pasar memandang tarif final tersebut lebih rendah dari berbagai proyeksi sebelumnya.

“Walaupun tidak seburuk prediksi awal, kenaikan tarif perdagangan AS untuk dunia tidak bisa diabaikan, karena lonjakannya cukup tinggi dari kisaran 2 persen di akhir 2024 menjadi kisaran 18 persen di Agustus 2025,” jelas Syuhada.

Sementara, berdasarkan proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) per Juli 2025, pertumbuhan ekonomi global tahun ini diperkirakan 3,0 persen, lebih rendah dari proyeksi awal Januari sebesar 3,3 persen, namun membaik dibandingkan revisi April yang hanya 2,8 persen.

"Selain tarif, revisi kenaikan di bulan Juli ini juga didasari ekspansi fiskal di banyak negara yang meningkatkan likuiditas, serta kecenderungan pelemahan nilai tukar dolar AS yang membuat tekanan pasar finansial mereda,” ujar Syuhada.

Baca juga: Kadin optimis perdagangan RI dengan Eropa-AS capai 100 miliar dolar AS

Bagi perekonomian AS sendiri, lanjutnya, tarif yang lebih tinggi berpotensi memicu inflasi meski dampaknya belum terlihat jelas di semester I 2025 karena strategi frontloading oleh importir.

Meski demikian, tanda-tanda pelemahan konsumsi mulai muncul, tercermin dari pertumbuhan belanja sektor swasta di dalam negeri (private domestic purchase) pada kuartal II yang hanya 1,2 persen, terendah sejak kuartal IV 2022.

“Hal ini pun sudah mulai terlihat dari data sektor tenaga kerja non farm payroll yang rata-rata hanya tumbuh 35 ribu per bulan, level terendah sejak pandemi," ungkapnya.

Dengan kondisi tersebut, MAMI memandang The Federal Reserve (The Fed) memiliki ruang cukup besar untuk memangkas suku bunga acuan FFR satu hingga dua kali sebelum akhir tahun.

Baca juga: Rupiah menguat seiring pernyatan "dovish" The Fed terkait suku bunga

"Kami menilai The Fed masih memiliki ruang, bahkan lebih terbuka, untuk menurunkan FFR satu sampai dua kali sampai akhir tahun, dengan pandangan bahwa peningkatan tekanan inflasi akan bersifat sementara, di sisi lain pelemahan ekonomi sangat krusial untuk ditangani," tutup Syuhada.

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |