Jakarta (ANTARA) - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Achmadi mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP perlu mengatur tentang hukum acara penyampaian pernyataan atas dampak kejahatan yang dialami oleh korban (victim impact statement/VIS).
"Victim impact statement, yakni hukum acara penyampaian pernyataan atas dampak kejahatan yang dialami oleh korban," kata Achmadi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama LPSK dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan bahwa pernyataan dampak kejahatan yang dialami oleh korban merupakan salah satu hak korban untuk berpartisipasi dalam proses persidangan, serta merupakan salah satu bentuk pelindungan dan pemenuhan hak mendasar korban kejahatan yang diberikan dalam sistem peradilan pidana.
"Rekomendasi kami bahwa RKUHAP hendaknya mengakomodasi hak korban untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses peradilan melalui pernyataan dampak kejahatan sebagai bentuk partisipasinya," ujarnya.
Menurut dia, ada tiga bagian pokok pernyataan dampak kejahatan yang dialami oleh korban perlu diatur dalam RUU KUHAP, yakni deskripsi kondisi fisik yang diakibatkan oleh kejahatan; kondisi psikologis/emosional yang diakibatkan oleh kejahatan, dan kondisi kerugian finansial yang diakibatkan oleh kejahatan.
Untuk itu, dia meminta agar ada satu bab tersendiri yaitu BAB tentang Penyampaian Dampak Kejahatan yang Dialami Korban, yang disisipkan di antara BAB XIII dan BAB XIV RUU KUHAP.
"Atau dalam pasal-pasal lain yang intinya perlu mengatur tentang tersebut," katanya.
Dia lantas memaparkan rumusan terkait pernyataan dampak kejahatan yang dialami oleh korban ke dalam empat ayat dalam Pasal 180A RUU KUHAP.
Pertama, kata dia, dampak kejahatan yang dialami oleh korban dibuat dalam bentuk surat pernyataan tertulis dan disampaikan di hadapan persidangan sebelum pembacaan putusan.
"Kemudian pernyataan itu memuat penderitaan korban sebagai akibat peristiwa tindak pidana," ucapnya.
Selanjutnya, penderitaan korban memuat paling sedikit kondisi fisik, psikologis, kerugian ekonomi, dan kondisi lainnya yang diakibatkan dari tindak pidana.
Berikutnya, penyampaian dampak kejahatan yang dialami korban dapat menjadi pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara dengan mempertimbangkan korban beritikad baik.
"Itu adalah pokok-pokok terkait dengan pentingnya bagaimana pengaturan dampak kejahatan yang dialami oleh korban," kata dia.
Baca juga: LPSK: Enam isu perlindungan saksi-korban perlu diatur dalam RUU KUHAP
Baca juga: Komisi III DPR usul peran LPSK diatur di dalam KUHAP baru
Baca juga: Komisi III DPR rapat dengan LPSK dan Peradi serap aspirasi RUU KUHAP
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.