Jakarta (ANTARA) - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank menilai Indonesia masih mempunyai peluang memperluas pasar ekspor di tengah adanya perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China.
"Di tengah tantangan global seperti tarif baru dan perang dagang AS-China, eksportir Indonesia masih memiliki peluang untuk memperluas pasar melalui kerja sama strategis seperti Trans-Pacific Partnership (TPP), BRICS, dan berbagai perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan negara-negara strategis lainnya," kata Market Intelligence & Leads Management Chief Specialist Indonesia Eximbank Rini Satriani dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Rini menjelaskan komoditas seperti minyak sawit, perikanan (seperti ikan sarden), gula, dan produk rumah tangga masih memiliki potensi perdagangan yang besar di negara-negara BRICS dan TPP.
"Potensi perdagangan (unrealized potential) minyak sawit dan turunannya di negara-negara BRICS dan TPP mencapai 9,8 juta dolar AS. Ikan sarden memiliki potensi sebesar 23 juta dolar AS, komoditas gula mencapai 5,4 juta dolar AS, dan produk rumah tangga seperti sampo mencapai 32,9 juta dolar AS," tuturnya.
Baca juga: LPEI dan Saudi Exim Bank buka peluang bisnis baru bagi eksportir
Menghadapi tantangan proteksionisme global yang terus berkembang, Indonesia perlu bersiap menghadapi realitas baru dalam keseimbangan arus perdagangan internasional.
"Eksportir nasional dituntut untuk mampu menangkap peluang melalui inovasi, sikap proaktif, serta daya saing yang agresif dengan terus mengeksplorasi pasar-pasar ekspor baru," kata Rini.
Rini menegaskan Indonesia Eximbank akan terus mendukung pelaku ekspor nasional tidak hanya melalui penyediaan fasilitas keuangan, tetapi juga melalui layanan non-keuangan seperti penyediaan informasi pasar, identifikasi prospek buyer, analisis kondisi pasar tujuan, serta pendampingan berbasis keahlian guna meningkatkan kapabilitas dan pengetahuan strategis (knowledge asset) para eksportir Indonesia.
Lebih lanjut, dirinya menerangkan diversifikasi pasar merupakan langkah strategis yang perlu ditempuh untuk memperluas akses ekspor, salah satunya dengan memanfaatkan kerja sama ekonomi seperti Trans-Pacific Partnership (TPP), BRICS, dan berbagai peluang dari negara-negara mitra dagang strategis lainnya.
"Memang tidak mudah untuk mengalihkan pasar ekspor, namun hal ini dapat dicapai jika eksportir mampu mengidentifikasi buyer yang kredibel serta memiliki akses pasar yang tepat. Selama kualitas produk terus dijaga, maka loyalitas buyer akan tumbuh dan mendorong terjadinya repeat order secara berkelanjutan," katanya.
Dampak perang tarif antara AS dan China sendiri terhadap ekspor Indonesia dinilai akan bersifat langsung dan tidak langsung. Sekitar 10 persen ekspor Indonesia ke AS akan terekspos langsung oleh kebijakan tarif resiprokal AS
Sementara itu, dampak tidak langsung akan dirasakan melalui rivalitas yang tinggi akibat pengalihan ekspor dan rantai pasok dari China ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Meski demikian, Indonesia tetap optimis menatap prospek ekspor jangka menengah dan panjang.
Di tengah tensi perdagangan global yang belum sepenuhnya mereda, kewaspadaan terhadap kebijakan tarif dan proteksionisme tetap diperlukan.
Namun, peluang pasar baru melalui skema kerja sama internasional dan perluasan akses ke negara mitra dagang non-tradisional menjadi ruang tumbuh yang perlu dimaksimalkan oleh pelaku ekspor nasional.
Ekspor Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif di tengah tantangan global yang dihadapi. Secara kumulatif, ekspor nasional pada periode Januari hingga Maret 2025 tumbuh sebesar 6,9 persen.
Pertumbuhan ini ditopang oleh komoditas utama seperti minyak kelapa sawit (CPO), besi dan baja, serta mesin dan perlengkapan elektrik.
Sekitar 60,5 persen dari total ekspor Indonesia pada periode Januari hingga Maret 2025 tersebar ke sejumlah komoditas utama, antara lain lemak dan minyak nabati (12,8 persen), bahan bakar mineral (12,8 persen), besi dan baja (10,3 persen), mesin dan perlengkapan elektrik (6,7 persen), serta kendaraan dan bagiannya (6,4 persen).
Eksportir Indonesia saat ini telah berhasil memasarkan produknya ke 192 negara di seluruh dunia, dengan 65,8 persen dari total ekspor terkonsentrasi pada 10 negara tujuan utama seperti China, Amerika Serikat, India, Jepang, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, Thailand, Taiwan, dan Belanda.
"China dan Amerika Serikat menjadi mitra dagang terbesar, menyumbang 33,9 persen dari total ekspor. Mitra dagang seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand juga menunjukkan pertumbuhan positif, dan Indonesia juga mampu menahan penurunan ekspor ke India, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan," tambah Rini.
Untuk lebih meningkatkan diversifikasi produk dan pasar ekspor, eksportir Indonesia didorong untuk lebih aktif menggali informasi dan memanfaatkan program yang disediakan pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait.
Salah satunya adalah Penugasan Khusus Ekspor (PKE) Kawasan yang disediakan oleh Indonesia Eximbank. Program ini bertujuan menyediakan pembiayaan ekspor bagi pelaku usaha yang menargetkan negara di kawasan Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
"Dengan memanfaatkan peluang pasar baru dan kerja sama internasional, maka Indonesia optimis dapat terus meningkatkan ekspor dan memperkuat posisinya di pasar global," sebut Rini.
Baca juga: LPEI perkuat tata kelola dan anti gratifikasi guna ekspor nasional
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025