LMKN tegaskan pembayaran royalti tanggung jawab promotor acara bukan artis

2 months ago 25

Jakarta (ANTARA) - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa pembayaran royalti kepada pemegang hak cipta merupakan tanggung jawab promotor acara, bukan artis atau pelaku pertunjukan.

Pernyataan itu disampaikan Ketua LMKN Dharma Oratmangun saat hadir sebagai pihak terkait pada sidang lanjutan pengujian materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis

"Di dalam praktiknya, yang membayar royalti kepada pemegang hak cipta melalui LMK/LMKN dalam pertunjukan musik live event itu adalah penyelenggara atau promotor acara, bukan pelaku pertunjukan," kata Dharma.

Dia menjelaskan pemaknaan frasa "setiap orang" dalam Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta dimaknai sebagai penyelenggara atau promotor acara selaku pihak yang menarik keuntungan secara langsung dari acara tersebut.

Adapun pembayaran royalti dilakukan melalui LMKN ataupun Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Baca juga: Marcell Siahaan sebut kekaburan UU Hak Cipta bikin musisi takut tampil

Menurut Dharma, tanpa LMKN atau LMK maka pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak akan kesulitan untuk mendapatkan maupun mengelola hak ekonomi dari berbagai penggunaan karya mereka secara komersial.

"LMK/LMKN juga berperan dalam memfasilitasi akses berupa izin penggunaan karya cipta bagi pengguna komersial, sehingga kepatuhan pembayaran royalti dapat terlaksana dan karya-karya tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat luas," ucapnya.

Di sisi lain, Dharma mengatakan bahwa akar dari segala permasalahan dalam tata kelola royalti di Indonesia adalah pengguna hak yang tidak patuh hukum.

Dharma menyebut ada sekitar 100 penyelenggara acara yang enggan membayar royalti.

"Kami punya data, ada 100 lebih event organizer yang sampai saat ini disomasi tidak mau bayar. Belum lagi pengusaha-pengusaha lainnya yang sama sekali tidak mau bayar," katanya.

Baca juga: Kemenkum: Royalti tanggung jawab penyelenggara acara, bukan penyanyi

Pada Kamis ini, Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan untuk Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 dan Nomor 37/PUU-XXIII/2025 dengan agenda mendengarkan keterangan pihak terkait.

Perkara Nomor 28 dimohonkan musisi Tubagus Arman Maulana (Armand Maulana), Nazril Irham (Ariel NOAH) serta 27 musisi kenamaan lainnya, sementara Perkara Nomor 37 diajukan grup musik Terinspirasi Koes Plus (T’Koes Band) serta lady rocker pertama Saartje Sylvia.

Salah satu latar belakang Armand Maulana dkk. mengajukan perkara ini, yaitu kasus yang dialami penyanyi Once Mekel.

Mantan vokalis grup musik Dewa itu dilarang membawakan lagu-lagu Dewa. Jika pun tetap membawakan lagu Dewa, Once mesti mendapatkan izin dan membayar royalti secara langsung kepada pencipta lagu.

Armand Maulana dkk. dalam permohonannya meminta agar MK mencabut keberlakuan Pasal 113 ayat (2) huruf f UU Hak Cipta, serta memberikan pemaknaan baru untuk Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, dan Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta.

Sementara itu, T’Koes Band dan Saartje Sylvia mengadu ke MK karena pengalamannya dilarang mementaskan lagu-lagu karya Koes Plus per tanggal 22 September 2023. Larangan itu dikeluarkan para ahli waris dari Koes Plus.

Pada perkara ini, T’Koes Band dan Saartje Sylvia meminta MK memberikan pemaknaan baru terhadap Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.

Baca juga: Soroti kasus Agnez-Vidi, Hakim MK pertanyakan tata kelola royalti

Baca juga: DJKI ungkap hanya Agnez Mo terkena UU Hak Cipta sejak 10 tahun berlaku

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |