Legislator PDIP tekankan perubahan paradigma menuju keadilan gender di PBB

4 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Irine Yusiana Roba Putri menekankan pentingnya perubahan paradigma menuju keadilan gender saat mengikuti sidang Commission on the Status of Women (CSW) atau sidang Komisi Status Perempuan ke-69 di Markas Besar PBB, Amerika Serikat (AS), beberapa waktu lalu.

“Saya menyampaikan harus ada perubahan paradigma, yaitu dari perjuangan kesetaraan gender ke keadilan gender. Bagi saya kesetaraan tidak lagi mencukupi untuk perempuan, kita butuh keadilan gender untuk menekankan perlakuan dan upaya yang lebih baik untuk perempuan,” kata Irine Yusiana, legislator PDI Perjuangan itu dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.

Hal itu disampaikannya saat mengikuti sidang CSW ke-69 untuk sesi parlemen yang digelar oleh oleh Inter-Parliamentary Union (IPU) dan UN-Women guna mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di Markas Besar PBB, New York, AS, pada Rabu (12/3).

Dia pun mengatakan bahwa pergeseran paradigma dari kesetaraan gender ke keadilan gender memerlukan tindakan afirmatif guna mengatasi ketidaksetaraan tersebut.

"Tidak akan ada keadilan gender tanpa affirmative action!” ujarnya.

Dia menyebut fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dimiliki parlemen harus diterjemahkan dalam tindakan afirmatif.

Dalam kerangka regulasi, kata dia, parlemen dapat membuat kerangka hukum, yakni memperkuat undang-undang untuk melindungi perempuan dari kekerasan dan pelecehan memastikan keselamatan dan partisipasi mereka dalam politik.

“Selain itu, parlemen dapat mempertahankan kebijakan kuota gender yang merupakan strategi efektif untuk meningkatkan representasi perempuan dalam politik,” ucapnya.

Adapun untuk praktik di lapangan, lanjut dia, parlemen juga ikut berperan dalam menentukan dan mengawasi program pemerintah untuk menciptakan infrastruktur yang inklusif.

“Parlemen pun dapat mendorong Pemerintah untuk membuat program yang mendukung kemajuan perempuan, seperti dukungan nutrisi dan kesehatan selama kehamilan, cuti melahirkan yang diperpanjang, penggantian biaya persalinan, dan standar upah yang setara atau lebih tinggi dari laki-laki,” tuturnya.

Dia menyampaikan pula bahwa DPR telah mengesahkan undang-undang yang melindungi hak-hak perempuan dan mempromosikan kesetaraan gender, misalnya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA).

“DPR RI juga memastikan kuota gender minimum 30 persen di penyelenggara pemilu, kepengurusan partai politik, serta calon anggota legislatif,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa DPR mengalokasikan anggaran yang sesuai untuk mempromosikan kebijakan sensitif gender dan memastikan semua kebijakan inklusif, serta mempertimbangkan kebutuhan untuk perempuan.

"DPR juga telah membentuk Kaukus Parlemen Perempuan (KPP) untuk mendukung kepemimpinan perempuan dan memfasilitasi partisipasi perempuan dalam peran politik dan kepemimpinan," paparnya.

Dalam ajang tukar pengalaman anggota parlemen antarnegara itu, dia mengaku juga bangga bercerita bahwa Ketua DPR RI di Indonesia adalah perempuan, yakni Puan Maharani.

“Saya mendesak rekan-rekan anggota parlemen dunia untuk memaksimalkan fungsi legislasi, pengawasan, dan alokasi anggaran untuk mempromosikan keadilan gender dan melindungi hak-hak perempuan,” ujarnya.

Dia lantas berkata, “Saya juga mendorong semua anggota parlemen se-dunia, untuk berkomitmen untuk menerapkan langkah-langkah aksi afirmatif yang sejalan dengan BPFA dan berusaha agar setiap perempuan dan anak perempuan dapat mewujudkan potensi penuh mereka tanpa diskriminasi dan ketidaksetaraan".

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |