Makassar (ANTARA) - Legislator Komisi I DPR RI Syamsu Rizal menekankan pentingnya memahami etika digital, terutama masyarakat pengguna media sosial di era digitalisasi yang menyajikan ribuan konten-konten, baik bersifat positif maupun negatif, baik generasi digital maupun generasi yang tergolong non-digital.
"Diperlukan keterampilan memilih dan memilah informasi. Kecakapan digital bukan hanya soal tahu dan paham, tapi juga soal kemampuan memilih informasi yang penting, benar, dan produktif," paparnya saat kegiatan pelatihan Digital Enterpreneur Akademi (DEA) di Kantor BBPSDMP Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu.
Ia menyebutkan, lebih dari 80 persen sumber informasi berasal dari media digital atau media sosial. Sementara media konvensional seperti koran, radio dan televisi hanya 20 persen, bahkan itu mulai ditinggalkan. Pria disapa akrab Deng Ical ini mengingatkan, tidak semua informasi digital benar dan relevan.
"Kita jangan sampai kita terjebak dengan konten-konten yang justru menyita waktu dan energi kita, maka dari itu pentingnya etika digital, seperti tidak sembarangan mengunggah, menyebar, atau meneruskan informasi," tutur dia.
Baca juga: Wamenkomdigi sebut pembangunan SDM jawab tantangan di sektor digital
Menurutnya, perilaku di dalam dunia maya mencerminkan identitas penggunanya di dunia nyata. "Kalau kita sembrono bermedia sosial, jangan heran jika itu melekat pada citra kita di kehidupan nyata," ucapnya membeberkan.
Sejauh ini, banyak orang belum paham apa sebenarnya kemampuan digital. Kalau ada yang bilang sudah paham, dengan alasan kini zaman now (digitalisasi) dan berdalih bisa eksis mengembangkan potensinya menggunakan platform digital tanpa etika, maka itu sama saja tidak paham.
Kondisi perkembangan digitalisasi, lanjut dia, terus berkembang pesat, bukan hanya generasi miilenial, gen-Z yang sudah menjalaninya, tapi kini telah masuk ke generasi Alpa. Berbeda dengan generasi baby boomer, kelahiran 1940-1960-an, mereka akan sulit beradaptasi.
"Cakap teknologi tidak cukup, tapi mesti kita paham etika digital. Itu membuat kita bisa memilah-memilih mana yang cocok, mana benar, mana yang baik, mana yang tidak mengganggu orang di dunia maya dan tidak sembarangan. Di situ juga ada edukasi membuat kita terbiasa melakukan hal baik," katanya.
Dampak dari kesalahan penggunaan media sosial, kata dia, bisa berujung pencemaran nama baik hingga dikenakan Undang-undang ITE, karena pelanggarannya dituntut, menghadapi pengadilan, sampai pada kerenggangan hubungan baik keluarga, teman dan lainnya.
Baca juga: Wamenkomdigi bersama praktisi bahas arah kebijakan digital nasional
Mantan Wakil Wali Kota Makassar juga menyampaikan apresiasi kepada peserta pelatihan DEA, memilih hadir dan belajar, meninggalkan rutinitas harian demi meningkatkan kapasitas diri di era digital, sebab kecakapan digital penting terutama generasi berusia di atas 50 tahun.
"Kita semua hari ini berani melawan godaan tinggal di rumah, duduk-duduk di warkop, tapi memilih melakukan sesuatu yang positif, belajar etika digital. Saya berharap, lulusan DEA ini tidak membuang energi mengurusi hal-hal seperti itu, tetapi mementingkan perkembangan usaha lebih produktif dan paham etika," ucapnya.
Deng Ical menambahkan peserta berlatih mengasah kemampuan dalam DEA dilaksanakan Komdigi RI, terutama bagi pengusaha pemula, UMKM, perwakilan organisasi maupun alumni dan mahasiswa yang hadir berkaitan materi marketing digital pemasaran berbais Artificial Intelligence (AI).
Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Literasi Digital BPSDM Komdigi RI Rizki Ameliah dalam pelatihan itu mengemukakan, BPSDM Komdigi RI telah memiliki modul bernama CABE singkatan dari cakap digital, aman digital, budaya digital, dan etika digital. Hal ini perlu diketahui guna memudahkan pelatihan.
Hal senada disampaikan Kepala Balai Besar Pengembangan SDM dan Penelitian (BBPSDMP) Kominfo Makassar Baso Saleh, pelatihan ini banyak manfaatnya. Sebab, disadari zaman digital saat ini, gadget tidak bisa lepas dari aktivitas keseharian.
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.