Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pihak kepolisian untuk mengusut adanya potensi anak lain yang menjadi korban ekploitasi seksual dengan menjadi pemandu lagu atau Lady Companion (LC) hingga hamil di tempat hiburan malam di Jakarta Barat.
"Saya meyakini lebih dari satu (korban) kalau kita mau melihat tren dari situasi yang hampir sama. Ini juga PR (pekerjaan rumah) bagi para penegak hukum," kata Ketua KPAI Ai Maryati ketika dikonfirmasi di Jakarta, Senin, menanggapi adanya kasus anak di bawah umur berinisial SHM (15) yang dipekerjakan sebagai LC di salah satu bar karaoke di Jakarta Barat hingga hamil lima bulan.
Dia pun tidak menyangkal bahwa Jakarta adalah sentra hiburan, termasuk hiburan malam, namun mempekerjakan anak di bawah umur hingga anak itu hamil adalah perbuatan pidana, sehingga harus diusut tuntas.
Baca juga: Rano angkat bicara soal kasus eksploitasi seksual anak di Jakbar
"Iya, artinya kan kita tidak bisa menutup mata Jakarta ini sentra hiburan, pariwisata, hiburan malam lah kalau boleh saya sebutkan. Tetapi ya harus mematuhi aturan dong. Tidak boleh mempekerjakan anak dalam bentuk pekerjaan terburuk, ini jelas pidana, ada eksploitasi seksual," ujar Maryati.
Pihaknya pun tidak menoleransi alibi bahwa anak bersangkutan mencari pekerjaan sehingga melegitimasi perbuatan para pelaku.
"Jadi harus terperiksa sepenuhnya. Kalau tidak, saya kira jadi alibi bahwa misalnya anak ini kan yang mau kerja, anak ini yang cari kerja dan lain sebagainya. Padahal, sebetulnya bisa dicegah dan tidak boleh memang upaya-upaya mempekerjakan anak di bawah umur di tempat-tempat seperti itu," katanya.
Sebelumnya, Sub Direktorat Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkap kasus eksploitasi seksual anak yang terjadi di Jakarta Barat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary menjelaskan pengungkapan kasus tersebut berdasarkan Laporan Polisi Nomor:LP/B/2248/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA, Tanggal 3 April 2025.
Baca juga: ABG dieksploitasi, Legislator: Perketat pengawasan tempat hiburan
"Kasus berawal saat korban berinisial SHM (15) mendapat tawaran pekerjaan melalui Facebook sebagai pemandu karaoke dengan bayaran Rp125 ribu per jam di sebuah Bar di wilayah Jakarta Barat yang bernama Bar Starmoon," kata Ade Ary dalam keterangannya, Jumat (8/8).
Setelah mulai bekerja sebagai pemandu lagu ternyata korban juga diminta untuk melayani beberapa pria untuk melakukan hubungan seksual dengan upah bayaran Rp175 ribu - Rp225 ribu.
"Kemudian orang tua SHM membuat laporan ke polisi setelah mengetahui anaknya hamil 5 bulan setelah bekerja di bar tersebut," kata Ade Ary.
Atas dasar laporan tersebut polisi berhasil mengamankan 10 orang yang mengetahui peristiwa tersebut Pada Senin (28/7).
Ade Ary menjelaskan 10 orang tersebut yaitu TY dan RH berperan sebagai penampung, VFO berperan sebagai perantara dan perekrutan, FW, EH, NR berperan sebagai marketing atau biasa disebut mami, SS berperan sebagai akunting Bar Starmoon, OJN sebagai pemilik Bar Starmoon, HAR berperan sebagai mengantar jemput anak korban dan RH sebagai perekrut anak korban.
"Masih ada dua tersangka lagi yaitu Z yang berperan merekrut anak korban dan FS berperan mengantar jemput anak korban, keduanya berstatus DPO," katanya.
Sedangkan barang bukti yang berhasil diamankan yaitu Kartu Keluarga, Ijazah SD dan surat keterangan lahir atas nama SHH, Ijazah SD anak korban SHM, hasil visum Et Repertum RS Polri, Fotocopy KTP palsu anak korban, ponsel anak korban, buku absen LC dan data pengeluaran.
Baca juga: Polda Metro Jaya ungkap kasus eksploitasi seksual anak di bawah umur
Untuk para tersangka dijerat dengan Pasal 76D Jo Pasal 81 dan atau Pasal 76E Jo Pasal 82 dan atau Pasal 76 I Jo Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kemudian Pasal 12 dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
"Dengan ancaman pidana maksimal Rp5 miliar dan penjara paling lama 15 tahun," kata Ade Ary.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.