Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) menjajaki pendataan anak-anak pekerja migran yang layak untuk bersekolah di Sekolah Rakyat, guna memastikan mereka memperoleh akses pendidikan demi masa depan yang lebih baik.
"Jadi memang salah satu concern kami juga adalah anak pekerjaan migran. Di mana karena keluarga mereka, ibunya mungkin atau ayahnya mungkin merantau ke luar negeri, bekerja di luar negeri," kata Wakil Menteri P2MI Cristina Aryani selepas meninjau siswa Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 6 Jakarta, Senin.
Dia memastikan kementeriannya akan berkoordinasi intensif dengan Kementerian Sosial dan kementerian terkait lainnya untuk memetakan potensi penerimaan anak-anak pekerja migran ke dalam Sekolah Rakyat, sehingga manfaat program ini bisa dirasakan lebih luas.
Hal tersebut sejalan sebagaimana data KP2MI bahwa saat ini permintaan untuk tenaga kerja asal Indonesia di luar negeri mencapai 400 ribu orang per tahun, di antaranya sekitar 150 ribu orang yang sudah disalurkan secara aktif ke sejumlah negara tujuan.
"Pendidikan menjadi faktor kunci untuk memutus rantai kemiskinan di keluarga pekerja migran, agar mereka mempunyai harapan, mempunyai kesempatan untuk memiliki penghidupan yang lebih baik nantinya,” ujarnya.
Program Sekolah Rakyat yang digagas Presiden Prabowo Subianto tersebut dinilainya sebagai langkah strategis pemerintah untuk mengisi kesenjangan akses pendidikan yang belum terjangkau program beasiswa maupun bantuan lain.
Menurut dia, Sekolah Rakyat memberikan lingkungan belajar yang kondusif dan fasilitas layak, sehingga mampu memotivasi anak-anak dari keluarga pada tingkat kesejahteraan terendah desil 1-2 dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk fokus pada pendidikan.
Baca juga: 100 siswa Sekolah Rakyat ikuti upacara kemerdekaan RI di Istana Negara
Baca juga: Wamen P2MI: Sekolah Rakyat jadi instrumen pemerataan pendidikan
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.