Jakarta (ANTARA) - Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Korpolairud Baharkam Polri mengungkap kasus dugaan pembunuhan dan/atau kelalaian terhadap seorang nakhoda bernama Tupal Sianturi di KM Poseidon 03.
Kasubdit Gakkum Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri Kombes Pol. Donny Charles Go dalam konferensi pers di Gedung Mako Korpolairud, Jakarta Utara, Jumat, mengatakan bahwa pengungkapan kasus ini berjalan selama kurang lebih 1 tahun.
"Pada tanggal 6 April 2024, ini berlangsungnya sudah setahun yang lalu, anak dari korban nakhoda kapal mendatangi Mako Korpolairud," katanya.
Anak korban, kata dia, mengadu ke kepolisian mengenai ayahnya yang tidak kembali ke rumah karena diduga dibuang oleh anak buah kapal (ABK) KM Poseidon 03.
Berbekal dari informasi tersebut, jajaran ditpolair lantas melakukan upaya penyelidikan.
Hasil penyelidikan didapatkan fakta bahwa pada tanggal 19 Maret 2024, nakhoda beserta 12 ABK meninggalkan Teluk Jakarta untuk melaut dalam rangka mencari cumi.
Selang 5 hari kemudian, tepatnya pada tanggal 24 Maret 2024, terjadi keributan antara nakhoda dan salah satu kepala kamar mesin (KKM).
"Keributan dipicu karena nakhoda mendapati KKM ini sedang tidur-tiduran pada saat hasil tangkapan ikan, tangkapan cumi, tidak banyak. Ternyata ini sangat membekas di hati KKM," kata Kombes Pol. Donny.
Setelah kejadian tersebut, seluruh ABK berpencar dan tidak kembali ke Jakarta. Penyidik pun mencari ke berbagai provinsi, di antaranya Sumatera Barat dan Jambi guna meminta keterangan para ABK.
Dari pemeriksaan, kata Kombes Pol. Donny, didapatkan informasi bahwa para ABK mendengar teriakan korban yang meminta tolong dari laut. Namun, mereka tidak bisa menolong lantaran berada di atas kapal.
Baca juga: Polri tangkap 101 tersangka "destructive fishing" pada Februari-Maret
Baca juga: Ditpolair Polri buru pihak pengirim pasir timah ilegal di Bekasi
Pada tanggal 28 Maret 2024, KM Poseidon 03 terlacak sedang merapat di perairan Belitung. KKM kapal tersebut yang berinisial B dan wakil KKM yang berinisial R menjual semua barang-barang yang ada di kapal, di antaranya hasil tangkapan cumi, alat navigator, dan alat satelit.
"Berdasarkan hasil pelaporan dari pemilik kapal, nilai-nilai barang yang hilang dan digelapkan itu sejumlah kurang lebih Rp400 juta," ucap Kombes Pol. Denny.
Polisi pun mencari R dan M sebagai terduga pelaku penggelapan. Sekitar setahun kemudian, pada tanggal 15 Maret 2025, keduanya ditangkap di Sarolangun, Jambi.
Kepada penyidik, R dan M mengaku bahwa barang yang mereka curi dijual seharga Rp41.200.000,00 dan sebagian kecil uang tersebut untuk membeli tiket pesawat bagi para ABK untuk pulang ke rumah.
"Dengan syarat, mereka mengancam agar jangan ada yang melapor polisi, jangan ada yang kembali ke Jakarta, sembunyi saja dahulu sampai situasi sudah aman," ujar Kombes Pol. Donny.
Penyidik pun lantas memboyong R dan M ke Jakarta untuk diperiksa intensif terkait dengan hilangnya Tupal Sianturi. Pada akhirnya, para tersangka mengakui perbuatan keji mereka.
"Akhirnya mereka mengakui telah yang membuang nakhoda kapal atas nama Tupal Sianturi ke laut pada tanggal 24 Maret 2024," katanya.
Kepada penyidik, tersangka mengaku bahwa alasan mereka mendorong korban dari kapal karena merasa tersinggung usai ditegur.
Ia mengungkapkan motivasi mereka melakukan itu karena tersinggung mendapat teguran pada saat tidak enak badan.
"Mereka lantas dimarahi oleh nakhoda. Wajar nakhoda marah karena memang hasil tangkapan masih tidak sesuai dengan harapan," ucap Kombes Pol. Donny.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 372 juncto Pasal 374 KUHP tentang penggelapan serta Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara.
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025