Dukungan sosial kunci keberhasilan perkebunan sawit di lahan gambut

6 hours ago 4

Jakarta (ANTARA) - Perkebunan kelapa sawit di lahan gambut tropis sudah selayaknya tidak selalu dimusuhi. Perkebunan kelapa sawit yang dikelola dengan prinsip-prinsip keberlanjutan terbukti dapat menghasilkan manfaat ekonomi, sosial, bahkan lingkungan.

Ketika ketiga fungsi tersebut dapat terpenuhi, kelapa sawit justru berjasa karena berkontribusi terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

Semua sudah mafhum, dari segi ekonomi, perkebunan kelapa sawit berkontribusi terhadap devisa negara, pembangunan daerah, dan meningkatkan kesejahteraan petani hingga mencapai tingkat pendapatan menengah.

Sejarah membuktikan, ketika Indonesia diserang pandemi COVID-19, pertumbuhan ekonomi yang positif pada sektor pertanian ditopang oleh produksi sawit.

Secara sosial, tumbuhnya perkebunan kelapa sawit swasta maupun rakyat membantu pembangunan pedesaan, mengurangi kemiskinan, dan mendorong pemerataan ekonomi, serta mengatasi ketimpangan pendapatan.

Sementara itu, dalam aspek lingkungan, banyak yang tidak menyadari bahwa ketika dikelola dengan baik, perkebunan kelapa sawit justeru berperan dalam pembangunan berkelanjutan.

Kelapa sawit menyerap karbondioksida (CO₂), menghasilkan oksigen (O₂), lalu menyimpan karbon (C) dalam bentuk biomassa lahan berupa akar, batang, buah, dan daun.

Hampir tidak ada tanaman lain yang mampu menyaingi kecepatan sawit dalam menyimpan karbon dengan mengakumulasi biomassa. Pada konteks ini, sawit ternyata turut serta dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.

Riset penulis selama dua tahun sepanjang 2020 hingga 2022 membuktikan bahwa prinsip pengelolaan sawit secara berkelanjutan bukan mimpi yang tidak dapat diwujudkan.

Tentu dibutuhkan prasyarat seperti teknis pengelolaan air pada perkebunan di lahan gambut yang harus didukung oleh sumberdaya manusia yang bertanggungjawab pada aspek operasional, manajemen, hingga sosial.

Perkebunan kelapa sawit di lahan gambut sangat unik dan berbeda dengan perkebunan di lahan kering.

Gambut berkembang dan terbentuk di lahan rawa dalam suatu kesatuan hidrologis gambut sehingga pengaturan air di lahan tidak hanya tergantung pada pengelolaan di kebun, tetapi juga di lingkungan di luar kebun yang termasuk dalam kesatuan hidrologis gambut.

Dengan demikian dukungan lingkungan sosial yaitu masyarakat sekitar perkebunan menjadi salah satu penentu keberhasilan pengelolaan air yang secara teknis dapat mendukung produktivitas tanaman dan berpihak pada aspek lingkungan.

Sinergi pihak kebun (internal) dan eksternal (masyarakat) pada pengelolaan air dalam skala luas menjadi kunci untuk melaksanakan rekomendasi pengelolaan air di lahan gambut secara berkelanjutan.

Dengan kata lain, seringkali berbagai teori ilmiah untuk mengelola kebun kelapa sawit di lahan gambut secara berkelanjutan, justru gagal karena dukungan masyarakat di sekitar kebun minim.

Rekomendasi pengelolaan air pada perkebunan kelapa sawit oleh pengelola kebun di lahan gambut harus berpihak pada aspek ekologi yaitu menjaga muka air tanah yang stabil sehingga produktivitas optimal serta didukung secara sosial oleh masyarakat setempat.


Pengelolaan air

Kunci keberhasilan pengelolaan kebun kelapa sawit di lahan gambut ialah pengelolaan air (water management).

Indikator hidrologi kunci yang harus dimonitor pada ekosistem lahan gambut yaitu fluktuasi kedalaman muka air karena mencerminkan keseluruhan kesetimbangan air di suatu lokasi.

Pada pengelolaan air di lahan gambut, drainase tidak boleh berlebihan hingga merusak lingkungan, tetapi tetap harus memastikan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Dengan demikian, kedalaman muka air tanah harus diatur agar tidak terlalu dangkal maupun terlalu dalam.

Disertasi doktoral yang penulis pertahankan pada sidang terbuka 5 Mei 2025 di Bogor menunjukkan produktivitas kelapa sawit cenderung menurun jika air tanah terlalu dangkal atau kurang dari 67 cm.

Namun, kemudian produktivitas akan meningkat seiring turunnya muka air tanah sampai ada batasan 101 cm yang menjadi batas pengamatan.

Dengan demikian, regulasi pemerintah yang mewajibkan perkebunan kelapa sawit menjaga muka air tanah rata-rata pada kedalaman 40 cm akan sulit menopang produktivitas kelapa sawit yang optimal.

Berdasarkan simulasi perhitungan di lokasi penelitian di perkebunan kelapa sawit swasta di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, dengan tingkat kematangan gambut saprik dan hemik, maka kedalaman muka air dapat dipertahankan hingga ≤ 50 cm.

Pada batas tersebut kelembapan tanah dapat dipertahankan ≥ 0,6 (m3/m3), sehingga kebun aman dari resiko kebakaran dan produktivitas sawit secara ekonomis masih menguntungkan.

Dengan pendekatan metode yang dibuat oleh penulis yaitu Multi-Dimensional Scaling (MDS), maka status kebun tersebut sangat berkelanjutan dengan nilai 84,17.

Berdasarkan pengalaman di kebun tersebut, berikut ini rekomendasi strategi optimalisasi pengelolaan air pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut.

Pertama, pemasangan bangunan bendung/weir di setiap titik outlet untuk mempertahankan muka air tanah. Kedua, penerapan teknik pemblokiran kanal dan penanaman vegetasi penutup untuk meminimalkan risiko kebakaran.

Ketiga, implementasi sistem peringatan dini berbasis pemantauan kelembapan tanah dan muka air tanah secara real-time untuk mendeteksi tanda-tanda awal pengeringan yang dapat memicu kebakaran.

Terakhir, mengintegrasikan rekomendasi tersebut dengan aktivitas sosial berupa edukasi dan penyuluhan pengelolaan air, kemitraan perkebunan swasta dengan petani rakyat, penyusunan panduan praktik pengelolaan lahan gambut berkelanjutan, dan penerapan regulasi terkait pengelolaan lahan gambut.

Dengan dukungan sosial masyarakat sekitar, maka prinsip teknologi dan inovasi hasil riset dapat diterapkan dengan baik.

Perkebunan kelapa sawit di lahan gambut pada akhirnya dapat berkontribusi pada aspek ekonomi, sosial, hingga lingkungan yang berkelanjutan.


*) Penulis adalah Doktor Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dari IPB University dan Kepala Balai Perakitan dan Pengujian Agroklimat dan Hidrologi Pertanian.

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |