Komunitas sastra di Kupang suarakan isu literasi dan bencana

3 hours ago 3

Kupang, NTT (ANTARA) - Komunitas Sastra Dusun Flobamora di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), menyuarakan isu literasi dan bencana melalui dukungan Direktorat Pengembangan Budaya Digital Kementerian Kebudayaan dalam kegiatan Festival Sastra Santarang (FSS) bertema “Sastra dan Bencana”.

Direktur Pengembangan Budaya Digital Direktorat Jenderal Pengembangan Pemanfaatan dan Pembinaan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan, Andi Syamsu Rizal di Kupang, Sabtu, mengatakan FSS sebagai tonggak penting dalam memperkuat jalinan antara sastra, masyarakat, dan budaya digital di NTT maupun Indonesia.

Menurutnya, FSS telah membawa kembali ingatan kolektif masyarakat yang berhadapan dengan berbagai bencana, seperti siklon tropis seroja 2021, letusan Gunung Lewotobi Laki-laki, hingga yang terbaru banjir bandang di Kabupaten Nagekeo.

Baca juga: Akademisi: Sastra sebagai strategi berpikir kreatif pelajar

“Dari berbagai rangkaian peristiwa itu, kita belajar tentang rapuhnya peradaban sekaligus menyadari kekuatan manusia untuk bertahan, merenung, dan kemudian bangkit kembali,” kata dia.

Ia menegaskan sastra bukan sekadar hadir sebagai seni melainkan ruang untuk menjaga ingatan yang memastikan penderitaan tidak berhenti sebagai catatan statistik saja, tetapi tetap hidup dalam kesadaran kolektif untuk menata masa depan.

“Harapannya FSS menjadi wadah untuk memperkuat ekosistem budaya digital, memberdayakan komunitas, serta mendorong kolaborasi lintas sektor agar kebudayaan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan akar lokalnya.

Sementara itu, Koordinator Komunitas Sastra Dusun Flobamora Amanche Franck Oe Ninu mengatakan FSS merupakan perayaan literasi bagi sastrawan, peminat dan pemerhati sastra, sekaligus kesempatan merefleksikan kehidupan serta isu-isu yang aktual.

“Tahun ini, Komunitas Sastra Dusun Flobamora mencoba merespons realita bencana alam, mendokumentasikan, dan merefleksikannya ke dalam perayaan festival sastra,” kata dia.

Ia menambahkan melalui tema “Sastra dan Bencana”, FSS 2025 mengeksplorasi peristiwa-peristiwa aktual dan permasalahan sosial di NTT, terutama terkait kebencanaan demi merawat ingatan dan harapan kolektif.

“Semoga melalui diskusi dan karya-karya sastra kita bisa merespons realita yang terjadi dalam kehidupan, termasuk hari ini tentang bencana,” kata dia.

Baca juga: Kemenbud perkuat talenta sastra agar tetap relevan lintas generasi

Baca juga: Fadli Zon tegaskan peran sastra sebagai penopang peradaban bangsa

Festival tersebut diisi oleh rangkaian seminar sastra dan diskusi buku yang melibatkan 100 peserta dari kalangan pelajar hingga sejumlah komunitas lokal.

Selain itu, juga dilakukan peluncuran film dokumenter “Daba” karya Komunitas Sastra Dusun Flobamora mengisahkan ritus inisiasi anak Jingitiu di Desa Pedarro, Pulau Sabu.

“Harapannya festival ini mampu menumbuhkan semangat literasi sekaligus mendukung para penulis sastra dalam menghasilkan karya-karya terbaik dan kontekstual,” kata Amanche.

Pewarta: Yoseph Boli Bataona
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |