Jakarta (ANTARA) - Komisi XIII DPR RI menyoroti alokasi anggaran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) senilai Rp17 miliar tahun anggaran 2025 yang terlalu kecil dan tidak sebanding dengan tugas perlindungan hak anak secara nasional.
“Dari Rp17 miliar itu, Rp10 miliar habis untuk gaji pegawai. Artinya hanya Rp7 miliar yang digunakan untuk program perlindungan anak di seluruh Indonesia. Ini sangat tidak memadai,” kata Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso saat memimpin rapat audiensi dengan KPAI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.
Meski bukan mitra kerja langsung, Komisi XIII menyatakan dukungan moral terhadap penguatan fungsi dan anggaran KPAI. Sugiat menjelaskan, secara prosedural, KPAI merupakan mitra dari Komisi VIII DPR RI karena berada di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
“Kami tidak bisa intervensi secara administratif, tapi secara moral kami dukung penuh agar KPAI mendapatkan tambahan anggaran dari Komisi VIII,” ujarnya.
Baca juga: Komisi XIII inisiasi bentuk omnibus law perlindungan anak dan HAM
Ia juga menyampaikan kritik terhadap ketimpangan alokasi anggaran di tingkat nasional. Menurut dia, dinas-dinas di tingkat kabupaten/kota memiliki anggaran yang lebih besar untuk program-program perlindungan, meski hanya berskala lokal.
“Ini miris. Bagaimana KPAI bisa melindungi anak-anak dari Sabang sampai Merauke kalau anggarannya kalah dari kesbangpol di daerah?,” katanya.
Dia mengusulkan supaya ke depan KPAI bisa menjadi bagian dari mitra Komisi XIII agar kerja advokasi dan penguatan kelembagaan dapat lebih optimal, termasuk dalam mengawal program di daerah.
Hal ini merupakan salah satu solusi yang ditawarkan Sugiat terkait tingginya pelaporan kasus dugaan kekerasan terhadap anak dan penyelesaiannya dinilai lamban.
Baca juga: KPAI: Sebaran sekolah belum merata penyebab tingginya anak tak sekolah
Berdasarkan pemaparan KPAI saat audiensi tersebut dilaporkan pada medio 2022-2023 ada sebanyak 7.405 anak menjadi korban kekerasan (seksual, perdagangan orang, kekerasan dalam rumah tangga). Sebanyak 51,9 persen di antaranya adalah anak perempuan usia 9-17 tahun yang menjadi korban kekerasan.
“Kalau memang tidak maksimal pindahkan saja ke Komisi XIII. Kami siap bantu secara kelembagaan,” ungkap Sugiat, seraya menyampaikan harapan agar Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian serius terhadap pembangunan anak sebagai bagian dari visi Indonesia Emas.
Baca juga: Anak bakar rumah, KPAI duga penyebab bukan tontonan film semata
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025