Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi XIII DPR Andreas Hugo Pareira menilai fenomena pengibaran bendera bajak laut dari anime 'One Piece' jelang HUT Ke-80 RI sebagai bentuk kebebasan dalam menyampaikan aspirasi yang merupakan bentuk hak asasi manusia (HAM).
"Ini menjadi bagian dari hak asasi manusia (HAM), sebagai bentuk kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kegelisahan masyarakat," kata Andreas dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Sebagai kebebasan ekspresi dan sipil yang dijamin konstitusi, dia menilai pengibaran bendera kartun manga Jepang itu justru seharusnya dijadikan sebagai bahan introspeksi oleh Pemerintah.
"Seharusnya ini menjadi bahan introspeksi buat Pemerintah, bahwa ada persoalan serius yang membuat masyarakat menyampaikan protes dalam ‘diam’, dalam bentuk sosial kultur," ujarnya.
Andreas juga tak setuju jika pengibaran bendera bajak laut One Piece menjelang HUT RI disebut sebagai bentuk provokasi atau tindakan makar, apalagi bila disikapi Pemerintah dengan represi.
"Karena tidak ada bentuk pelanggaran hukum, tidak pula menghina simbol negara. Mereka hanya berekspresi dengan caranya, yang hari ini zaman pun sudah makin terbuka dan maju," katanya.
Dia kembali menekankan bahwa pengibaran bendera One Piece tersebut lebih merupakan bentuk ekspresi masyarakat terhadap kondisi sosial-politik saat ini.
"Terlalu berlebih-lebihan kalau menganggap bendera One Piece sebagai tindakan makar," tuturnya.
Pimpinan komisi yang membidangi urusan HAM itu pun menilai seharusnya masyarakat yang menyampaikan ‘protes’ kepada Pemerintah diberikan pendekatan yang humanis dan persuasif.
Meski demikian, Andreas tetap mengimbau masyarakat di Tanah Air untuk mengibarkan bendera Merah Putih selama bulan kemerdekaan tanpa embel-embel bendera lain.
"Untuk menghormati peringatan proklamasi, yang kita utamakan adalah Merah Putih," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengingatkan agar fenomena pengibaran bendera bajak laut dari seri manga Jepang, One Piece menjelang 17 Agustus 2025 tidak mengganggu kesakralan peringatan HUT Ke-80 RI.
"Kami berharap di bulan Agustus ini, jangan lah ternodai dengan hal-hal yang sakral. Ini hari ulang tahun kemerdekaan kita yang ke-80," kata Prasetyo Hadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/8).
Dia mengaku tak mempermasalahkan pengibaran bendera One Piece sebagai bentuk kebebasan berekspresi, namun yang menjadi masalah ketika ditunggangi pihak-pihak tertentu untuk suatu kepentingan, misalnya mendorong pengibaran bendera selain Merah Putih pada peringatan HUT Ke-80 RI.
Dia menyatakan penindakan yang kiranya dilakukan atas fenomena pengibaran bendera bajak laut dari seri manga Jepang, One Piece, menjelang peringatan HUT Ke-80 RI, apabila individu atau kelompok melakukan upaya menggiring masyarakat agar tidak mengibarkan bendera Merah Putih.
"Kalaupun ada penindakan, itu yang tadi saya jelaskan berkali-kali, kalau ada pihak-pihak yang menggeser makna dari ekspresi itu, misalnya, dengan mengimbau supaya lebih baik mengibarkan ini," kata
Belakangan ini publik diramaikan dengan fenomena pengibaran bendera bajak laut dari seri manga Jepang, One Piece, menjelang HUT Ke-80 RI pada 17 Agustus mendatang.
Bendera fiktif tersebut memiliki latar hitam dan tengkorak, serta dua tulang yang menyilang di belakangnya. Tengkorak berwarna putih dengan ekspresi tersenyum itu berhiaskan topi jerami kuning khas tokoh utama One Piece, Monkey D. Luffy.
Hingga Sabtu (2/8), beberapa bendera fiktif itu tampak terpasang di sejumlah titik di berbagai daerah di Indonesia. Sementara di media sosial, pengguna mengganti foto profilnya dengan logo bendera animasi itu.
Baca juga: Lemhannas: Kritik pemerintah lewat cara lain bukan bendera One Piece
Baca juga: Pakar Unsoed: Tujuan pengibaran bendera selain Merah Putih harus jelas
Baca juga: Mensesneg: Penindakan bendera One Piece jika menggiring masyarakat
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.