Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) siap mendukung Program Seed Grant-Smart Green ASEAN Cities (SGAC) yang digagas Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk memperkuat pembiayaan hijau dan ekonomi sirkular.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup (Wamen LH)/Wakil Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Diaz Hendropriyono dalam pernyataan dikonfirmasi dari Jakarta, Sabtu, menyampaikan bahwa kolaborasi berbagai pihak menjadi kunci dalam mewujudkan kota hijau dan berketahanan iklim.
"Program ini tidak hanya mendukung pengurangan emisi dari sektor limbah, tetapi juga menghadirkan mekanisme pembiayaan inovatif bagi pelaku ekonomi sirkular di tingkat masyarakat. Dukungan mitra nasional dan internasional akan mempercepat terwujudnya kota hijau yang tangguh terhadap perubahan iklim," kata Wamen LH Diaz.
Baca juga: KLHK tekankan pentingnya kolaborasi dalam pengelolaan sampah
Program SGAC yang digagas BPDLH bertujuan menjadi langkah strategis mempercepat transformasi kota-kota di Indonesia menuju pembangunan hijau, sekaligus memperkuat mekanisme pembiayaan hijau yang aman dan berkelanjutan.
SGAC menargetkan pengelolaan sampah berkelanjutan sekaligus pengurangan emisi gas rumah kaca, khususnya dari sampah sisa makanan yang menghasilkan metana dengan daya pemanasan 25 kali lebih kuat daripada karbon dioksida.
Dengan mengubah sampah organik menjadi peluang ekonomi melalui konsep ekonomi sirkular. Program itu menargetkan pemberdayaan komunitas lokal, koperasi, dan UMKM untuk menghasilkan nilai tambah dan manfaat sosial.
Peluncuran SGAC didukung oleh United Nations Capital Development Fund (UNCDF) dan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia, serta dihadiri perwakilan pemerintah daerah, lembaga keuangan, dan mitra pembangunan internasional.
Diaz juga menyoroti penguatan pembiayaan hijau merupakan solusi penting untuk menjawab dua tantangan besar yang masih dihadapi Indonesia yaitu krisis sampah dan kesenjangan pendanaan iklim.
"Indonesia masih menghadapi kenyataan bahwa hanya sekitar 39 persen sampah yang terkelola, dan efektifnya baru 9-10 persen. Di sisi lain, kebutuhan pendanaan iklim mencapai Rp470 triliun per tahun, sementara APBN baru bisa memberikan Rp76 triliun. Gap ini harus ditutup dengan inovasi, kolaborasi, dan instrumen finansial yang tepat," ujarnya.
Baca juga: Banyumas jadi tuan rumah kegiatan City Window Series II
Baca juga: Industri daur ulang plastik berperan penting dalam ekonomi sirkular
Sebagai proyek percontohan pertama implementasi SGAC telah dipilih Kabupaten Banyumas. Dengan program ini, Banyumas akan menerima bantuan peralatan teknis dan modal kerja untuk memperkuat sistem pengelolaan sampah terpadu, termasuk pembangunan fasilitas pengolahan sampah Refuse-Derived Fuel (RDF) dan Black Soldier Fly (BSF).
"Keberhasilan program ini ditentukan bukan hanya oleh bantuan dana, tetapi oleh komitmen pemerintah daerah dan partisipasi aktif masyarakat. Banyumas memiliki potensi besar menjadi model yang dapat direplikasi daerah lain," kata Diaz Hendropriyono.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.