Jakarta (ANTARA) - Malaysia secara resmi memimpin Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk tahun 2025. Tahun ini memiliki perbedaan yang signifikan. Tantangan geopolitik, khususnya perubahan kepemimpinan di Amerika Serikat, memberikan dampak besar bagi dunia dan secara tidak langsung mempengaruhi kawasan ini.
Malaysia harus membawa ASEAN untuk menghadapi tantangan regional dan global yang krusial, memperkuat prioritas ASEAN, serta meningkatkan ketahanan blok ini terhadap ancaman baru.
Salah satu isu paling mendesak dalam agenda ASEAN adalah krisis yang terus berlangsung di Myanmar. Sejak kudeta militer pada tahun 2021, Myanmar menghadapi gejolak politik yang parah dan tantangan kemanusiaan yang menguji persatuan dan prinsip-prinsip ASEAN.
Sepuluh negara anggota ASEAN perlu mengevaluasi kemajuan Konsensus Lima Poin dan merancang strategi kolektif untuk mencapai perdamaian dan rekonsiliasi. Di bawah kepemimpinan Malaysia, fokus baru terhadap implementasi konsensus dan keterlibatan semua pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar, diharapkan dapat membawa hasil yang berarti.
Ketegangan Geopolitik
Laut China Selatan tetap menjadi titik panas bagi persaingan geopolitik. Klaim wilayah yang tumpang tindih antara negara-negara anggota ASEAN dan China membutuhkan sikap ASEAN yang bersatu.
Diskusi awal dalam Retret Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) sebelum dibawa ke KTT ASEAN dapat mendorong negosiasi Kode Etik (COC), memastikan ASEAN tetap menjadi aktor utama dalam pengelolaan sengketa sambil mematuhi hukum internasional, khususnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Selain itu, negara-negara ASEAN menghadapi meningkatnya persaingan antara kekuatan besar, di mana kawasan ini menjadi ajang persaingan antara Amerika Serikat dan China. Presiden AS Donald Trump secara terbuka memberikan tekanan melalui tarif terhadap negara-negara yang memiliki hubungan erat dengan China.
Perubahan kebijakan yang diperkenalkan oleh Trump pasti akan berdampak pada kawasan ini. Malaysia harus memimpin ASEAN untuk menavigasi ketegangan ini dengan hati-hati, menjaga netralitas, dan menghindarkan kawasan ini menjadi medan konflik proksi.
ASEAN 2025 menyediakan berbagai forum untuk dialog, memperkuat peran ASEAN sebagai kekuatan penstabil di kawasan Indo-Pasifik.
Memperkuat kerja sama politik-keamanan
Saat ASEAN mendekati titik tengah Visi Komunitas ASEAN (ACV) 2025, kepemimpinan Malaysia bertujuan untuk meletakkan dasar bagi ACV 2045. Visi strategis ini mengutamakan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran, sambil memastikan keselarasan dengan tiga pilar ASEAN: politik-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya.
Kemampuan ASEAN untuk beradaptasi dengan ancaman baru, seperti bencana akibat perubahan iklim, pandemi, dan tantangan keamanan siber, sangat penting. Penekanan Malaysia terhadap inklusivitas dan keberlanjutan mendorong mekanisme regional untuk respons bencana, keamanan kesehatan, dan ketahanan digital, sehingga memperkuat kerangka politik-keamanan ASEAN.
Integrasi ekonomi ASEAN dan kerja sama politik keamanan telah menunjukkan keberhasilan yang signifikan. Namun, blok ini menghadapi tantangan besar, termasuk membangun konsensus di antara negara anggota yang beragam, menghadapi tekanan eksternal, dan mempertahankan prioritas ASEAN di tengah dinamika geopolitik yang berubah.
Kemampuan Malaysia untuk menyatukan negara-negara anggota menjadi kunci dalam mengatasi tantangan ini.
ASEAN model keberagaman yang damai
Mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Mohamad Hassan, "ASEAN mencakup sebuah kawasan yang merupakan salah satu yang paling beragam di dunia. Namun, bertentangan dengan semua ekspektasi pihak luar, kita juga menjadi salah satu kawasan yang paling damai."
Pernyataan ini menyoroti kemampuan luar biasa ASEAN untuk menjaga perdamaian dan stabilitas meskipun memiliki keberagaman budaya, agama, dan politik. Pendekatan konsensus ASEAN, yang diwujudkan melalui kerangka seperti ASEAN Regional Forum (ARF), mendorong dialog dan membangun kepercayaan, menjadikannya model kerja sama regional di dunia yang semakin terpolarisasi.
Penekanan terhadap persatuan ini menunjukkan kemampuan ASEAN untuk menghadapi tantangan global dan memperkuat posisinya sebagai kekuatan penstabil.
Dengan bertindak secara bersama, ASEAN dapat meningkatkan ketahanannya dan memperkuat pengaruhnya terhadap isu-isu global, mulai dari perubahan iklim hingga integrasi ekonomi.
Di bawah kepemimpinan Malaysia pada tahun 2025, tema inklusivitas, keberlanjutan, dan visi strategis akan memandu upaya ASEAN untuk memperkuat prioritasnya, menangani isu-isu mendesak seperti krisis Myanmar dan ketegangan geopolitik, serta membangun ketahanan terhadap ancaman baru.
Dengan berpegang pada prinsip-prinsip dasarnya dan memanfaatkan kekuatan kolektif, ASEAN dapat menegaskan kembali perannya sebagai kekuatan utama dalam mempromosikan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik dan sekitarnya.
ASEAN memiliki 10 anggota tetap yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Singapura, Myanmar, Vietnam, Laos, dan Kamboja. Pada November 2022, Timor Leste pada prinsipnya diterima sebagai anggota ASEAN ke-11 saat KTT di Phnom Penh, Kamboja, dan menargetkan untuk menjadi anggota penuh pada 2025.
ASEAN, yang dihuni oleh lebih dari 700 juta orang, membentang seluas 4,5 juta kilometer persegi (1,7 juta mil persegi) dan mencatat produk domestik bruto sebesar 3,8 triliun dolar (Rp 61.863 triliun) pada 2023, menjadikannya ekonomi terbesar kelima di dunia.
*) Dr Mohd Mizan Mohammad Aslam adalah Profesor di Departemen Hubungan Internasional, Keamanan, dan Hukum, Universitas Pertahanan Nasional Malaysia (UPNM).
Copyright © ANTARA 2025