Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memandang upaya untuk mewujudkan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sebagai layanan terpadu perempuan dan anak masih menjadi tantangan.
"Ini menjadi perhatian kita bersama agar terbentuknya UPTD PPA hampir 320 di seluruh provinsi dan kabupaten akan lebih efektif," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Irjen Pol (Purn) Desy Andriani di Jakarta, Jumat.
Layanan terpadu UPTD PPA merupakan amanah Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2024 tentang UPTD PPA.
UU TPKS mengamanatkan semua kabupaten/kota dan provinsi wajib untuk memiliki UPTD PPA.
Namun demikian, belum semua kabupaten/kota di Indonesia memiliki UPTD PPA dan SDM yang terlatih.
"Pada saat tidak ada UPTD, kita bentuk UPTD. Ada UPTD, ada SDM tapi belum terlatih, ini juga menjadi tantangan tersendiri, yang perlu juga diberikan penguatan-penguatan, pelatihan-pelatihan, dan bimbingan teknis," kata Desy Andriani.
Terkait hal ini, KemenPPPA menambah Asisten Deputi yang bertugas memonitor UPTD PPA. Asdep tersebut akan berada di bawah Kedeputian Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA.
UU TPKS memberi mandat UPTD PPA dengan tugas melakukan penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban secara terpadu.
Layanan terpadu ini bertujuan meminimalkan mobilisasi korban kekerasan seksual dalam artian unit layanan yang mendatangi korban, bukan korban yang harus berkali-kali mendatangi tempat layanan.
Hal ini penting karena jika korban harus berpindah-pindah dalam proses penyelesaian kasusnya maka dapat berpengaruh pada kondisi psikologis korban dan korban rentan mengalami reviktimisasi.
Baca juga: Lindungi perempuan-anak, Kementerian PPPA desak pemda bentuk UPTD PPA
Baca juga: KemenPPPA dorong RUU PPRT segera disahkan
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025