Samarinda (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengimbau masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim), khususnya nelayan dan pekerja di wilayah pesisir untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gigitan ular laut yang berpotensi mematikan dibandingkan jenis ular laut di wilayah lain Indonesia.
"Berkaca pada kasus kematian akibat gigitan ular laut di Samarinda beberapa waktu lalu, saya menekankan pentingnya identifikasi dini dan penanganan yang tepat," ujar Ketua Kajian Gigitan Hewan Berbisa dan Tanaman Beracun Kemenkes dokter Tri Maharani secara daring di Samarinda, Jumat.
Dalam diskusi hybrid bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim terkait tatalaksana penanganan kasus sistemik gigitan ular dengan antivenom, Tri Maharani mengungkapkan penanganan kasus gigitan ular laut di Kaltim memiliki karakteristik yang berbeda dengan pengalaman terapi selama ini di Jawa.
"Venom lebih berbeda, maksudnya nggak cukup ya satu (antivenom)," ujarnya. Hal ini mengindikasikan bahwa bisa ular laut di Kaltim lebih kompleks dan berpotensi menimbulkan dampak yang lebih parah bagi korban.
Maharani memberikan solusi terkait ketersediaan antivenom. Ia meminta Dinkes Kaltim untuk berkoordinasi dengan pihaknya di Kemenkes atau juga Bio Farma untuk memastikan pasokan antivenom yang memadai dan proses pengiriman yang lebih efisien.
Baca juga: Relawan beri pertolongan warga Badui korban gigitan ular berbisa
Baca juga: Warga Kepri diminta waspadai ular saat pasang air laut naik
Lebih lanjut, Maharani mengimbau tenaga kesehatan di Kaltim untuk memperdalam pemahaman mengenai penanganan gigitan ular berbisa melalui buku panduan penanganan gigitan ular berbisa yang telah diterbitkan Kemenkes.
Selain penanganan pascagigitan ular berbisa, Kemenkes juga menekankan pentingnya upaya pencegahan. Maharani menyoroti masih rendahnya kesadaran penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di kalangan pekerja berisiko seperti petani dan nelayan.
Ia juga menyarankan masyarakat untuk tidak beraktivitas sendirian di area berisiko seperti hutan atau laut. Selain itu, masyarakat diimbau untuk berhati-hati di tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang ular, seperti semak belukar, tumpukan batu atau kayu, serta lubang di tanah atau pohon.
"Ular yang sedang tidur atau diam sebaiknya tidak diusik untuk menghindari reaksi defensif berupa gigitan," ucap Maharani.
Untuk aktivitas di tempat gelap, penggunaan alat penerangan berupa senter atau lampu lebih disarankan untuk membantu melihat keberadaan ular. Pihaknya mengingatkan agar tidak mempermainkan kepala atau taring ular yang sudah mati, karena kantong bisanya masih berpotensi aktif jika ular tersebut baru saja mati.
Pewarta: Ahmad Rifandi
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025