Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bachtiar mengatakan bahwa sejauh ini partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada relatif tinggi, tetapi masyarakat kerap tak terlibat dalam pengambilan kebijakan.
Dia pun mempertanyakan soal tingginya partisipasi pilkada itu dengan partisipasi setelahnya untuk mengawal pemerintahan daerah. Hal itu perlu diteliti lebih jauh karena bisa menyangkut legitimasi terhadap pemimpin dan juga diduga berkaitan dengan politik uang.
"Setelah terpilih itu masyarakatnya masih ikut (berpartisipasi) nggak? Oh ternyata setelah saya pilih kepala daerah ini sama saja. Kalau itu timbul maka pada pilkada berikutnya masyarakatnya bisa apatis," kata Bachtiar dalam diskusi peluncuran Indeks Partisipasi Pilkada 2024 yang diselenggarakan KPU RI di Jakarta, Sabtu.
Berdasarkan catatan Kemendagri, mayoritas masyarakat cenderung tak terlibat dengan baik dalam pengambilan kebijakan daerah. Namun, pada pilkada berikutnya, kepala daerah yang sama bisa terpilih kembali.
"Pemilihnya datang ramai-ramai ke TPS memilih kepala daerahnya, bupati, wali kota, gubernur. Lima tahun dia bekerja, masyarakatnya tidak ada hubungannya. Membuat kebijakan, tidak ada hubungannya dengan kepemilihan tadi, dan hebatnya terpilih lagi orang yang sama," katanya.
Dia pun menilai bahwa tingginya angka partisipasi pemilih dalam Pilkada itu cenderung bersifat mobilisasi, ketimbang partisipasi yang berkualitas.
"Jadi, saya mendeteksi ini ada persoalan yang serius yang kita harus bicarakan dalam soal partisipasi politik termasuk dengan pemilih," katanya.
Dalam temuan sejumlah riset, menurut dia, 70 persen masyarakat Indonesia bersikap permisif terhadap politik uang.
Artinya, kata dia, orang datang ke TPS itu bukan karena kesedaran politik, tetapi karena politik uang.
Untuk itu, dia pun mendorong adanya alternatif-alternatif lain dalam sistem pemilu maupun pilkada karena fenomena partisipasi yang berkorelasi dengan politik uang itu bisa berdampak pada kualitas demokrasi.
"Saya terus terang agak serius dengan hal seperti ini. Juga jangan pula kita bebankan soal ini hanya kepada KPU atau penyelenggara pemilu," katanya.
Baca juga: KPU rilis Indeks Partisipasi Pilkada catat empat daerah terpartisipatif
Baca juga: Baleg: Revisi UU Pemilu, Pilkada, Partai Politik harus dibahas sepaket
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.