Kemenag dan BWI rumuskan kerangka regulasi wakaf nasional

3 months ago 24
Karena itu yang kita butuhkan sekarang adalah satu kerangka regulasi nasional yang mampu menjembatani dan menyinergikan pelaksanaan aturan di pusat dan daerah

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) tengah merumuskan kerangka regulasi nasional untuk memperkuat tata kelola wakaf yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan di lapangan.

Ketua Divisi Hukum dan Penanganan Aset BWI Dendy Zuhairil Finsa mengatakan pentingnya regulasi yang kuat agar seluruh proses sertifikasi dan pengelolaan tanah wakaf memiliki dasar hukum yang seragam di seluruh wilayah.

"Karena itu yang kita butuhkan sekarang adalah satu kerangka regulasi nasional yang mampu menjembatani dan menyinergikan pelaksanaan aturan di pusat dan daerah," ujar Dendy di Jakarta, Sabtu.

Menurutnya, perbedaan penafsiran regulasi antarinstansi menjadi kendala dalam proses sertifikasi wakaf. Hal ini tidak hanya menyulitkan masyarakat, tetapi juga menghambat peran wakaf sebagai instrumen pembangunan umat.

Ia menyebut penyusunan kerangka regulasi nasional perlu menyatukan berbagai aturan yang selama ini tersebar dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, maupun kebijakan teknis Kementerian dan Lembaga (K/L).

Baca juga: Akademisi sebut wakaf juga bisa temporer

"Kita harus duduk bersama. Kemenag, ATR/BPN, BPN daerah, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), bahkan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Karena, sering kali tanah wakaf terdampak proyek nasional. Butuh kesepahaman dasar agar tidak ada lagi tarik-menarik dalam proses legalisasi," kata dia.

Dendy juga menekankan pentingnya penguatan kapasitas nazir serta peningkatan pemahaman masyarakat tentang urgensi sertifikasi wakaf. Ia mengingatkan tanah wakaf yang belum tersertifikasi rentan menjadi sengketa atau dialihfungsikan dengan cara yang tidak sesuai syariat.

"Kalau ada daerah atau instansi yang berhasil mengamankan aset wakaf, itu harus diapresiasi. Ini kerja peradaban," katanya.

Ia mengapresiasi langkah Kemenag melalui Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf yang telah memfasilitasi penyusunan regulasi teknis dan membuka ruang dialog lintas K/L.

"Regulasi tidak boleh lahir di ruang kosong. Ia harus lahir dari kebutuhan nyata di lapangan. Di sinilah peran Kemenag dan BWI untuk menyusun kerangka hukum yang hidup dan menjawab tantangan zaman," katanya.

Baca juga: Kemenag & Kemen PKP jajaki manfaatkan wakaf untuk program 3 juta rumah

Sementara itu Kasubdit Pengawasan dan Pengamanan Harta Benda Wakaf Kemenag Jaja Jarkasih mengatakan langkah konkret yang sedang ditempuh adalah memperjelas batas kewenangan dan prosedur antarinstansi, terutama terkait tanah wakaf yang terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN).

"Kami terus mendorong adanya harmonisasi regulasi, termasuk sinkronisasi antara Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, dan Keputusan Menteri Agama. Semua harus saling menguatkan, bukan berjalan sendiri-sendiri," ujar Jaja.

Ia menambahkan berbagai tantangan di lapangan muncul bukan karena kurangnya niat baik, melainkan karena belum adanya kepastian teknis.

"Misalnya soal tanah pengganti PSN, kapan bisa AJB (Akta Jual Beli), kapan bisa LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara). Ini semua harus kita perjelas dalam regulasi," kata dia.

Menurutnya, selain penguatan regulasi, pendekatan sosial kepada masyarakat juga diperlukan agar proses sertifikasi wakaf dapat diterima secara hukum, budaya, dan spiritual.

"Kita tidak cukup bicara hukum, tapi juga kepercayaan publik. Ketika masyarakat yakin bahwa pemerintah melindungi aset wakaf, maka mereka akan lebih terbuka untuk bersertifikasi," kata Jaja.

Baca juga: Berwakaf tak perlu menunggu kaya

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |