Yerusalem (ANTARA) - Pengunjuk rasa berkumpul di "Alun-Alun Sandera" (Hostage Square) di Tel Aviv, Israel, pada Sabtu (2/8) untuk mendesak pemerintah Israel agar mencapai kesepakatan gencatan senjata yang akan membawa pulang para sandera yang ditahan oleh Hamas dan kelompok militan lainnya di Gaza.
Unjuk rasa tersebut digelar setelah Hamas dan Jihad Islam Palestina merilis video-video baru sebelumnya pada pekan ini, yang memperlihatkan warga Israel yang disandera, yakni Evyatar David dan Rom Braslavski, dalam kondisi yang lemah.
Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang, salah satu kelompok di balik aksi unjuk rasa ini, mendesak pemerintah Israel dan Amerika Serikat (AS) untuk "menghentikan mimpi buruk ini dan membawa mereka keluar dari petaka dan pulang."
Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff pada Sabtu mengunjungi alun-alun tersebut di tengah unjuk rasa, hanya sehari setelah mengunjungi situs distribusi bantuan kontroversial yang didukung AS di Gaza.
Kunjungan Witkoff itu, yang dimulai pada Kamis (31/7), dilakukan di tengah kecaman internasional yang kian besar terhadap mekanisme distribusi bantuan di Gaza. Menurut pernyataan Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (Integrated Food Security Phase Classification/IPC) yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bencana kelaparan sedang terjadi di Gaza.
Saat berbicara dengan keluarga sandera, Witkoff menekankan perlunya pergeseran dalam negosiasi, dari kesepakatan bertahap menjadi kesepakatan komprehensif yang akan membebaskan semua sandera sekaligus.
Witkoff menjadi sorotan pada pekan lalu setelah mendadak menarik delegasi AS dari perundingan gencatan senjata di Qatar, menuduh Hamas bernegosiasi dengan iktikad buruk.
Menurut Forum Keluarga Sandera dan Orang Hilang, Witkoff meyakinkan keluarga-keluarga sandera bahwa AS akan "membawa anak-anak Anda pulang", menuntut pertanggungjawaban Hamas atas "perbuatan buruk apa pun", dan juga "melakukan hal yang benar bagi rakyat Gaza".
Presiden AS Donald Trump baru-baru ini mengakui bahwa Gaza sedang mengalami "bencana kelaparan yang nyata", dan mengumumkan rencana untuk mendirikan pusat-pusat distribusi makanan baru yang diawasi oleh Israel di Gaza. Namun, para analis dan warga Palestina tidak percaya pada pernyataan tersebut. Mereka mengatakan perubahan nada pada pernyataan Trump itu hanyalah manuver politik untuk meredam opini publik.
Israel melancarkan perang besar-besaran di Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 60.000 orang dan melukai lebih dari 148.000 lainnya. Sebanyak 169 orang, termasuk 93 anak-anak, meninggal karena kelaparan dan malanutrisi, kata otoritas kesehatan yang berbasis di Gaza pada Sabtu. Selesai
Penerjemah: Xinhua
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.