Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah siap menghadapi sidang gugatan praperadilan yang diajukan oleh Nadiem Makarim, tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada tahun 2019-2022.
“Insya-Allah siap hadir,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis.
Adapun sidang gugatan praperadilan dijadwalkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta Selatan, pada Jumat (3/10) pukul 13.00 WIB.
Terkait argumen pihak Nadiem yang mengatakan penetapan mantan Mendikbudristek itu tidak sah lantaran tidak pernah diterbitkannya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), Anang pun buka suara.
“SPDP sudah diberi. Selama ini SPDP, ‘kan, tidak ada kewajibannya. Kewajiban SPDP, 'kan, diberikan kepada penuntut umum,” ucapnya.
Baca juga: PN Jaksel sidangkan praperadilan Nadiem Makarim pada pekan depan
Diketahui, Nadiem Makarim mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada tahun 2019-2022.
Kuasa Hukum Nadiem Makarim, Dodi S. Abdulkadir mengatakan terdapat tujuh alasan yang membuat penetapan tersangka terhadap kliennya itu tidak sah dan tidak mengikat secara hukum.
Pertama, penetapan tersangka tidak disertai hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara yang bersifat nyata (actual loss) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kedua, BPKP dan Inspektorat telah melakukan audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 2020-2022, dimana tidak ada indikasi kerugian keuangan negara akibat perbuatan melawan hukum oleh Nadiem.
Hasil itu diperkuat dengan Laporan Keuangan Kemendikbudristek 2019-2022 yang memberikan status/opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Baca juga: Kuasa hukum sebut tujuh alasan penetapan tersangka Nadiem tidak sah
Ketiga, penetapan tersangka Nadiem cacat hukum karena dilakukan tanpa minimal dua bukti permulaan yang disertai pemeriksaan calon tersangka sebagaimana disyaratkan Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014.
Keempat, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tidak pernah diterbitkan dan/atau Nadiem hingga saat ini tidak pernah menerimanya. Hal tersebut melanggar Pasal 109 KUHAP jo. Putusan MK No. 130/PUU-XIII/2015 menghilangkan fungsi pengawasan penuntut umum, dan membuka peluang penyidikan sewenang-wenang.
Kelima, Program Digitalisasi Pendidikan 2019-2022 yang dijadikan dasar penetapan tersangka Nadiem sesuai Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 bukan nomenklatur resmi dan tidak pernah ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 maupun kebijakan resmi Kemendikbudristek.
Keenam, pencantuman status Nadiem dalam surat penetapan tersangka sebagai karyawan swasta tidak tepat dan tidak jelas. Nadiem pada 2019-2024 menjabat selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) sesuai KTP sebagai anggota kabinet kementerian.
Ketujuh, Nadiem memiliki identitas dan domisili jelas dan selama ini berlaku kooperatif serta telah dicekal sehingga tidak mungkin melarikan diri. Nadiem juga sudah tidak lagi menjabat sebagai menteri sehingga tidak memiliki akses maupun menghilangkan barang bukti.
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.