Surabaya (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur meminta para saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep Tahun Anggaran 2024 bersikap kooperatif dan memberikan keterangan sesuai fakta.
"Kami mengimbau para saksi memberikan keterangan secara jujur dan apa adanya. Jangan terpengaruh bujukan, arahan, atau permintaan dari pihak-pihak yang tidak ingin proses penegakan hukum ini berjalan sebagaimana mestinya," ujar Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim Saiful Bahri Siregar di Surabaya, Rabu.
Kejaksaan telah melayangkan panggilan terhadap sejumlah saksi untuk dimintai keterangan dalam tahap penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep tersebut.
Ia menegaskan apabila saksi memberikan keterangan yang tidak benar maka dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Jika ada pihak yang mencoba menghalangi atau merintangi proses penyidikan, maka bisa dijerat dengan Pasal 21 undang-undang yang sama," ujarnya.
Baca juga: Kementerian PKP temukan dugaan penyimpangan Program BSPS di Sumenep
Program BSPS merupakan bantuan pemerintah pusat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan total nilai sekitar Rp109,8 miliar.
Anggaran ini diperuntukkan 5.490 penerima manfaat di Sumenep untuk memperbaiki rumah tidak layak huni.
Setiap penerima seharusnya mendapatkan dana sebesar Rp20 juta, terdiri atas Rp17,5 juta untuk pembelian material bangunan dan Rp2,5 juta untuk upah tukang.
Namun, berdasarkan hasil penyidikan sementara, diduga telah terjadi pemotongan dana bantuan.
Baca juga: Kementerian PKP temukan penyelewengan dana bantuan rumah di Sumenep
Dari alokasi Rp17,5 juta untuk material, sekitar Rp5 juta dipotong, dengan rincian sekitar Rp4 juta dialihkan untuk keperluan tertentu dan Rp1 juta untuk biaya administrasi.
"Hampir seluruh penerima bantuan mengaku mengalami pemotongan," ujar Saiful Bahri.
Untuk mengungkap kasus ini secara menyeluruh, Kejati Jatim telah memeriksa sekitar 250 orang saksi, terdiri atas penerima bantuan, pejabat pembuat komitmen (PPK), kepala desa, pemilik toko bangunan, hingga tenaga fasilitator lapangan.
Kejati Jatim menegaskan komitmennya dalam menuntaskan perkara ini secara transparan dan profesional sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Baca juga: Pemkab Sumenep perbaiki 1.750 rumah tidak layak huni
Pewarta: Willi Irawan/Faizal Falakki
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.