Jakarta (ANTARA) - Karena tekanan politik sudah tak mempan lagi terhadap Israel, maka mungkin waktunya menggunakan instrumen-instrumen lain, salah satunya adalah olahraga, seperti yang diserukan panel pakar PBB kepada FIFA dan UEFA.
Delapan panel pakar PBB mendesak Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) dan Uni Sepak Bola Eropa (UEFA) agar dua badan sepak bola global itu membekukan Israel dari kompetisi sepak bola internasional, seperti yang dilakukan terhadap Rusia dan Belarus akibat invasi ke Ukraina pada Februari 2022.
Kedelapan pakar pada panel PBB yang salah satu anggotanya adalah Francesca Albanese itu menyatakan FIFA dan UEFA mesti ikut turun tangan guna menghentikan genosida Palestina oleh Israel.
Albanese adalah Special Rapporteur untuk situasi menyangkut hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki Israel.
Desakan kedelapan pakar PBB itu disampaikan Selasa pekan ini. Tak menunggu lama, dua hari kemudian, UEFA merespons dengan menyampaikan janji menggelar pemungutan suara mengenai kemungkinan Israel mesti dilarang mengikuti kompetisi sepak bola di Eropa. Mereka berencana rapat pekan depan.
Walau secara geografis berada di Asia, Israel tidak masuk Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC). Negara itu dikeluarkan dari AFC pada 1974 setelah negara-negara Arab dan Muslim menolak bertanding melawan Israel akibat pendudukan Palestina dan daerah Arab lain.
Kini mereka menghadapi ancaman serupa dari konfederasi yang sejak 1994 menampung Israel setelah terusir dari AFC. Ironisnya, ancaman itu muncul karena alasan sama seperti 50 tahun silam, yaitu ulah Israel di Palestina.
Israel tentu kaget, apalagi perkembangan terkini itu terjadi setelah mereka dipermalukan oleh dunia belakangan ini, termasuk oleh langkah negara-negara Barat yang mengakui Negara Palestina, dan orkestra politik kolosal pro-Palestina di forum PBB awal pekan ini.
Baca juga: Pakar PBB desak FIFA dan UEFA skors timnas sepak bola Israel
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.