Surabaya (ANTARA) - Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) mengusulkan strategi nasional komprehensif dalam menghadapi kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang diumumkan melalui skema Reciprocal Tariff oleh Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025.
Kepala Pusat Studi Pengembangan Industri dan Kebijakan Publik (PIKP) ITS, Dr Ir Arman Hakim Nasution, MEng, di Surabaya, Jawa Timur, Rabu, mengatakan kebijakan tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.
Berdasarkan kebijakan itu, AS menetapkan tarif impor berdasarkan defisit neraca perdagangan bilateral dengan negara mitra dagang, Indonesia termasuk dalam daftar negara yang dikenai tarif sebesar 32 persen.
"Ini murni bentuk perlindungan ekonomi domestik AS tanpa mempertimbangkan aliansi geopolitik seperti BRICS atau hubungan bilateral lainnya," ujar Arman.
Ia menyebut kebijakan tersebut berpotensi mengganggu stabilitas ekspor Indonesia, khususnya sektor nonmigas yang selama ini sangat bergantung pada pasar AS.
"Dampaknya bisa menurunkan daya saing produk nasional, dan membuka peluang relokasi ekspor dari negara lain ke Indonesia. Kita harus waspada agar tidak menjadi pasar limpahan barang dari negara lain," ujarnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Arman menyampaikan enam langkah strategis yang perlu dilakukan pemerintah, yakni strategi resiprokal cerdas, penguatan produksi dalam negeri, transformasi sumber daya alam menuju ekonomi berbasis pengetahuan, sinkronisasi kebijakan antarsektor, penguatan diplomasi ekonomi dan konsolidasi pelaku bisnis nasional.
Strategi ini merupakan hasil sinergi antara Pusat Studi PIKP ITS dengan Program Studi Magister Inovasi Sistem dan Teknologi (MIST) Bidang Keahlian Inovasi Layanan dan Kebijakan Publik (ILKP) di bawah Sekolah Interdisiplin Manajemen Teknologi (SIMT) ITS.
Salah satu pilar penting dalam strategi ini adalah pembentukan jaringan ekspor nasional yang kuat, seperti National Export Hub yang telah diterapkan Korea Selatan dan Jepang.
"Indonesia dapat meniru pendekatan tersebut melalui kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha dan akademisi," ucap Arman, yang juga dosen Departemen Manajemen Bisnis ITS.
Ia menambahkan strategi ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs), khususnya poin ke-8 tentang pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan memperkuat produksi dalam negeri dan memperluas diplomasi ekonomi, diharapkan tercipta lapangan kerja baru dan daya saing nasional tetap terjaga di tengah ketidakpastian global.
Dalam proses perumusan strategi nasional, Arman juga menekankan pentingnya penyusunan naskah akademik sebagai dasar perancangan kebijakan.
"Pendekatan berbasis data dan analisis dinamis memungkinkan simulasi dampak berbagai kebijakan secara lebih terukur, baik jangka pendek maupun panjang," katanya.
Ia menegaskan bahwa sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan institusi pendidikan tinggi sangat krusial dalam merumuskan kebijakan luar negeri yang adaptif dan berpihak pada kepentingan nasional.
"Kolaborasi ini penting untuk menjamin keberlanjutan ekonomi nasional di tengah dinamika global," kata Arman, pria kelahiran Muna, 13 Agustus 1966 itu.
Baca juga: Profesor ITS kembangkan biofuel dari campuran biomassa dan plastik
Baca juga: Pakar ITS: Sangat berbahaya, pencurian avtur harus ditindak tegas
Baca juga: LPEM UI nilai langkah negosiasi tarif AS jadi keputusan strategis
Pewarta: Willi Irawan
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025