Ilmuwan Iklim sebut Eropa hadapi gelombang panas lebih Awal dan Kuat

2 months ago 13

Brussel (ANTARA) - Eropa mengalami gelombang panas yang datang lebih awal dan lebih intens akibat perubahan iklim, demikian disampaikan seorang ilmuwan senior di Copernicus Climate Change Service (C3S) yang didanai oleh Uni Eropa (UE) pada Rabu (9/7).

Badan tersebut merilis buletin iklim bulanan pada Rabu yang menunjukkan rekor bulan Juni terpanas di Eropa Barat, dengan rata-rata suhu mencapai 20,49 derajat Celsius, 2,81 derajat di atas rata-rata pada 1991-2020, yang didorong oleh dua gelombang panas yang parah.

Julien Nicolas, seorang ilmuwan iklim, menyerukan dilakukannya upaya mendesak untuk mengurangi akar penyebab perubahan iklim dan mendorong masyarakat untuk beradaptasi agar mampu menghadapi dunia yang lebih hangat dan cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi.

"Peristiwa ini biasanya terjadi pada pertengahan Juli atau Agustus," kata Julien Nicolas, ilmuwan senior di C3S, kepada Xinhua. "Kini peristiwa-peristiwa itu dimulai jauh lebih awal, sejalan dengan tren pemanasan jangka panjang."

Dua gelombang panas itu, satu pada pertengahan Juni dan satu lainnya yang terjadi mulai akhir Juni hingga awal Juli, berdampak terhadap sebagian besar wilayah di Eropa barat dan selatan, termasuk Spanyol, Portugal, Prancis, Italia, Jerman, Austria, Swiss, dan Inggris.

Nicolas mengaitkan dua putaran gelombang panas tersebut dengan sistem tekanan tinggi yang persisten atau "kubah panas" yang menjebak udara hangat dan meningkatkan suhu permukaan di bawah langit yang cerah dan kondisi kering.

Gelombang panas laut yang belum pernah terjadi sebelumnya di Mediterania barat turut menambah intensitas suhu panas. Pada 30 Juni, rata-rata suhu permukaan laut mencapai 27 derajat Celsius, tertinggi untuk bulan itu, dengan anomali harian 3,7 derajat, terbesar yang pernah diukur pada bulan apa pun, menurut C3S.

Nicolas menyebutkan bahwa Laut Mediterania tetap menjadi "titik panas perubahan iklim," dengan tren pemanasan jangka panjang yang lebih cepat dan persisten. Pada 2024, seluruh cekungan mencatat rekor suhu laut selama akhir musim panas, terutama pada Agustus. Namun, tahun ini anomali muncul lebih cepat dan terkonsentrasi di Mediterania barat.

Kondisi ini mengintensifkan gelombang panas, terutama pada malam hari, yang menyebabkan lebih banyak "malam tropis," yaitu ketika suhu tercatat di atas 20 derajat Celsius, tambah Nicolas.

Dia juga menyebutkan peran amplifikasi Arktika, sebuah fenomena di mana berkurangnya salju dan es memperparah pemanasan, dalam mengubah pola atmosfer, termasuk jet stream. Jet stream yang lebih berkelok-kelok dapat berkontribusi terhadap peristiwa cuaca yang berkepanjangan dan ekstrem, kata Nicolas.

Ke depannya, Nicolas mengatakan bahwa perkiraan musiman dari C3S mengindikasikan musim panas yang lebih hangat dan lebih kering dari rata-rata, terutama di Eropa timur dan tenggara.

"Kemungkinan akan terjadi lebih banyak gelombang panas ... karena iklim terus menghangat," ujarnya.

Ilmuwan iklim tersebut menyerukan dilakukannya upaya mendesak untuk mengurangi akar penyebab perubahan iklim dan mendorong masyarakat untuk beradaptasi agar mampu menghadapi dunia yang lebih hangat dan cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi.

"Kita perlu mengatasi sumber pemanasan iklim, yaitu peningkatan emisi gas rumah kaca yang terus berlanjut akibat aktivitas manusia, dan mengurangi emisi secepat mungkin," katanya.

"Aksi iklim jelas menjadi lebih mendesak dari sebelumnya," tambahnya.

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |