Jakarta (ANTARA) - Lembaga pembiayaan infrastruktur PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) menyatakan komitmennya untuk terus mendukung pembiayaan berkelanjutan, di mana saat ini sebanyak 22 persen portofolio telah dialokasikan untuk proyek energi terbarukan.
Presiden Direktur/CEO IIF Rizki Pribadi Hasan dalam keterangan resmi diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan proyek energi terbarukan itu mencakup pembangkit listrik tenaga surya, hidro, biomassa, hingga panas bumi.
“Alat pembiayaan ini krusial untuk memastikan proyek infrastruktur di Indonesia tidak hanya mencapai financial close, tetapi juga berkontribusi nyata dalam agenda transisi iklim nasional,” ujar Rizki.
Hal itu disampaikan Rizki dalam ajang Climate Capital, Risk and Impact Conference 2025 yang digelar Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) di Mumbai, India.
Rizki mengklaim IF merupakan pionir instrumen pembiayaan hijau di Indonesia. Pada 2021, IIF menjadi lembaga non-bank pertama yang menerbitkan Global Sustainable Bond, sebuah instrumen pendanaan untuk pembangunan berkelanjutan.
Kemudian pada 2024, IIF mencatat sejarah dengan meluncurkan surat berharga perpetual (green perpetual notes) pertama yang tercatat di bursa dan memperluas opsi pendanaan hijau domestik.
Selain pembiayaan konvensional, kata Rizki, IIF juga berupaya melengkapi fungsi perbankan dan pasar modal melalui produk seperti Cash Deficiency Support Facility yang merupakan mekanisme untuk membantu menstabilkan arus kas, dan Credit Enhancement Facility, yang merupakan mekanisme penjaminan untuk meningkatkan peringkat obligasi klien sehingga menekan biaya pendanaan sekaligus memperluas akses ke investor.
Rizki menekankan pentingnya kolaborasi antara lembaga pembiayaan pembangunan (DFI), perbankan, dan pasar modal untuk memobilisasi triliunan dolar pembiayaan transisi energi global.
Pendekatan yang diusung, ujar dia, dapat mencakup pemanfaatan pendanaan campuran (blended finance), penerapan standar ESG, hingga pengembangan instrumen utama seperti pembiayaan berbasis mata uang lokal.
Diskusi panel Climate Capital, Risk and Impact Conference 2025 pada awal September itu, menekankan peran penting lembaga pembiayaan pembangunan (development finance institutions / DFI) dalam menjembatani kesenjangan pembiayaan yang sangat besar agar negara berkembang mampu mencapai target transisi menuju emisi nol bersih.
Baca juga: IIF catat pendapatan bunga bersih naik 32,3 persen di semester I 2025
Baca juga: IIF salurkan Rp42,5 triliun pembiayaan infrastruktur strategis di RI
Baca juga: IIF raih penghargaan ESG dari Kehati karena pembiayaan berkelanjutan
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.