IFSoc: Perlu kejelasan posisi SRO pasca-ambil alih pengawasan kripto

2 months ago 28
Hal ini tentunya merupakan suatu yang bisa dikatakan positif, tapi pada saat yang sama juga merupakan tantangannya adalah bagaimana kita memitigasi risiko-risiko yang ada terkait dengan pengaturan kripto ini,

Jakarta (ANTARA) - Indonesia Fintech Society (IFSoc) memandang perlunya penegasan posisi Self Regulatory Organizations (SRO) setelah peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kami melihat bahwa perpindahan jurisdiksi dari Bapepti ke OJK ini, yang akan terjadi pada waktu singkat ini, merupakan salah satu yang krusial. Pengaturan antara SRO selaku regulator mikroteknikal, dan OJK selaku regulator makroprudensial sebaiknya dilakukan dengan baik supaya terjadi harmonisasi pengaturannya,” kata Anggota Steering Committee IFSoc Rico Usthavia Frans dalam press briefing secara daring di Jakarta, Kamis.

Untuk diketahui, pengelolaan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, akan dialihkan kepada OJK mulai Januari 2025 atau paling lambat dua tahun sejak UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) diberlakukan.

Adapun lembaga SRO dalam ekosistem aset kripto terdiri dari bursa, lembaga kliring, dan lembaga pengelola tempat penyimpanan aset kripto yang keberadaannya telah mendapat persetujuan dari Bappebti.

Dengan beralihnya pengaturan dan pengawasan dari Bappebti ke OJK, Rico menyampaikan bahwa industri kripto berharap harmonisasi dapat terjadi secara rapi dengan adanya penegasan posisi atas keberadaan SRO.

Rico menyampaikan, pihaknya juga sudah melakukan dialog bersama OJK dan industri terkait dengan pengaturan aset kripto ke depan.

Dari hasil pertemuan tersebut, menurut dia, OJK juga telah menyampaikan pandangannya agar bisa terjadi peralihan yang soft landing pada Januari mendatang.

Ia menyebutkan bahwa aset kripto bertumbuh dengan cukup pesat di dalam negeri dengan sekitar 21 juta lebih pengguna atau investor yang tercatat saat ini.

Nilai transaksi aset kripto juga tumbuh dengan baik pada tahun ini, terutama pada Maret lalu di mana terjadi momentum halving bitcoin sehingga mendorong transaksi yang melonjak besar.

Pada Oktober 2024, nilai transaksi aset kripto meningkat sekitar 3,5 kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

“Hal ini tentunya merupakan suatu yang bisa dikatakan positif, tapi pada saat yang sama juga merupakan tantangannya adalah bagaimana kita memitigasi risiko-risiko yang ada terkait dengan pengaturan kripto ini,” kata Rico.

Ia juga menyoroti pentingnya peningkatan daya saing pasar kripto lokal terhadap pasar luar negeri. Indonesia masih menganut perpajakan ganda dalam jual-beli aset kripto.

Hal ini, ujar Rico, mengakibatkan pelaku lokal kurang kompetitif dibandingkan di luar negeri atau internasional.

“Dengan demikian mungkin salah satu yang menjadi perhatian adalah bagaimana perpajakannya ini bisa dilakukan peninjauan supaya bisa lebih efisien sedemikian rupa,” kata dia.

Rico mengatakan, sekitar 80 persen investor kripto berasal dari kelompok masyarakat yang berusia di bawah 25 tahun. Oleh sebab itu, penting adanya perlindungan investor melalui pendekatan dua sisi.

Pertama yaitu memberikan aturan promosi yang tidak menimbulkan fear of missing out (Fomo) dan menggunakan bahasa superlatif. Kedua, perlu edukasi investor melalui panduan investasi atau kelas-kelas pembelajaran dari industri serta komunitas.

“Perlindungan investor terkait dengan promosi dan lain sebagainya juga harus dilakukan dengan lebih baik dan edukasi terhadap investor melalui panduan investasi, kelas-kelas training, dan development lainnya juga perlu dilakukan oleh para pelaku perdagangan kripto ini,” kata Rico.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2024

Read Entire Article
Rakyat news | | | |