Wina (ANTARA) - Tingkat kerusakan pada fasilitas pengayaan uranium Fordow milik Iran akibat serangan udara Amerika Serikat (AS) belum dapat dinilai dengan segera, demikian dikatakan Kepala Badan Pengawas Nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Minggu (22/6).
Direktur Jenderal (Dirjen) Badan Energi Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) Rafael Grossi dalam sebuah pernyataan mengonfirmasi bahwa situs nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Esfahan telah terkena serangan.
"Jelas bahwa Fordow juga terkena dampak langsung, tetapi tingkat kerusakan di dalam fasilitas pengayaan uranium belum bisa ditentukan secara pasti," katanya, seraya menambahkan bahwa IAEA telah diberitahu oleh otoritas Iran bahwa tidak ada kenaikan tingkat radiasi di luar lokasi (off-site) pascaserangan tersebut.
Menurut analisis IAEA, situs Natanz, yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan parah, kembali menjadi sasaran serangan semalam dengan amunisi yang dapat menembus tanah.
Di situs Esfahan yang luas, yang juga beberapa kali diserang Israel, terjadi kerusakan tambahan yang sangat parah. IAEA sebelumnya telah melaporkan bahwa beberapa bangunan di kompleks Esfahan mengalami kerusakan, beberapa di antaranya mungkin mengandung bahan nuklir.
"Serangan terakhir pada pagi ini merusak bangunan-bangunan lain di Esfahan. Selain itu, kami telah memastikan bahwa pintu masuk ke terowongan bawah tanah di lokasi tersebut juga terkena dampaknya," kata Grossi.
Dia menekankan pentingnya negara-negara yang terlibat untuk segera memulai jalur diplomatik yang bertujuan untuk mengakhiri pertempuran, seraya mengatakan bahwa hal ini juga akan memungkinkan IAEA untuk melanjutkan kegiatan verifikasi yang sangat penting di Iran.
"Kita harus mencoba untuk kembali ke meja perundingan sesegera mungkin. Kita harus mengizinkan para inspektur IAEA untuk kembali. IAEA siap untuk memainkan perannya yang sangat diperlukan dalam proses ini. Kami telah berbicara dengan Iran, kami telah berbicara dengan AS. Kami harus bekerja untuk perdamaian," kata Grossi.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.