Guru Besar UGM sebut bakteri bisa menggantikan pestisida sintetis

14 hours ago 4
Pemanfaatan bakteri yang terintegrasi dengan teknik pengelolaan penyakit dapat menjadi pendekatan pertanian berkelanjutan dapat mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida sintetis.

Yogyakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Tri Joko menyebut bakteri dapat dimanfaatkan sebagai pengganti pestisida sintetis dalam pertanian berkelanjutan.

"Pemanfaatan bakteri yang terintegrasi dengan teknik pengelolaan penyakit dapat menjadi pendekatan pertanian berkelanjutan yang dapat mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida sintetis," kata Tri Joko dalam keterangannya, di Yogyakarta, Sabtu (12/7).

Menurut dia, pemanfaatan bakteri sebagai "plant growth promoting bacteria" (PGPB) dan agen pengendali hayati (APH) unggul akan berhasil jika pengelolaannya dipahami dengan benar.

Interaksi bakteri dan tanaman, kata dia, telah berevolusi menuju keseimbangan yang saling menguntungkan.

"Interaksi bakteri dan tanaman sudah mengalami evolusi menuju terciptanya keseimbangan keduanya dalam mendapatkan manfaat dari interaksi tersebut," ujar Dosen Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UGM ini.

Menurut Tri, bakteri tidak hanya berperan dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), tetapi juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman secara langsung.

"Bakteri juga dapat meningkatkan pertumbuhan secara langsung melalui berbagai mekanisme dengan menyediakan faktor pertumbuhan," kata Tri pula.

Ia menjelaskan bahwa bakteri APH berperan dalam kesehatan tanaman tidak hanya secara langsung, tetapi juga melalui mekanisme pensinyalan biokimia.

Interaksi antara tanaman dan bakteri di rizosfer (wilayah tanah di sekitar akar tanaman) turut menentukan kesehatan tanaman, produktivitas, dan kesuburan tanah.

Tri menuturkan bakteri bisa menjadi lawan alami penyakit tanaman. Beberapa jenis bakteri seperti Bacillus, Streptomyces, dan Pseudomonas telah lama dikenal sebagai APH yang mampu mengendalikan serangga hama maupun nematoda parasit tumbuhan.

"Bakteri sudah banyak dimanfaatkan untuk mengendalikan serangga hama maupun nematoda parasit tumbuhan," kata dia.

Saat pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Bakteriologi Tumbuhan di Fakultas Pertanian UGM, Tri mengulas sejarah lahirnya bakteriologi tumbuhan yang ditandai dengan penemuan penyakit hawar api (fire blight) pada tanaman pir oleh Thomas Jonathan Burrill pada tahun 1878.

Dia menyebut penyakit tumbuhan akibat infeksi bakteri hingga kini masih menjadi ancaman serius di sektor pertanian.

Kehilangan hasil pertanian akibat penyakit bakteri, menurut dia, bervariasi tergantung jenis penyakitnya, dan secara global diperkirakan menyebabkan kerugian hingga 49,6 miliar dolar AS setiap tahun.

Baca juga: Swiss putuskan jadi negara Eropa pertama larang pestisida sintetis

Baca juga: BRIN ingatkan dampak buruk pemakaian pestisida sintetis

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |