Psikiater sebut trauma bisa "menular" pada orang-orang terdekat

2 months ago 18

Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kejiwaan (psikiater) lulusan Universitas Sebelas Maret Surakarta dr. Jiemi Ardian Sp.KJ mengatakan trauma bisa "menular" kepada orang terdekat yang memiliki hubungan personal karena paparan cerita traumatis terus menerus yang disebut dengan secondary trauma.

"Misalnya saya mendengar ibu saya ngalamin apa atau teman dekat saya ngalamin apa, kedekatan itu yang memungkinkan (secondary trauma)," kata Jiemi dalam acara peluncuran buku "Pulih dari Trauma" di Gramedia Jalma, Jakarta, Minggu.

Dia mengatakan kalau pada konteks profesi berarti repetisi atau frekuensi itu yang memungkinkan hal tersebut menjadi secondary trauma atau trauma yang tertular dalam tanda kutip.

Secondary trauma bukan pengalaman trauma yang dialami sendiri, namun karena mendengar cerita pengalaman orang lain.

Jiemi mengatakan secondary trauma bisa dikarenakan seseorang yang memiliki profesi harus melihat secara langsung pengalaman traumatik seperti polisi yang menangani pembunuhan atau seorang psikiater yang mendengar cerita trauma pasiennya.

Baca juga: Buku "Pulih dari Trauma" hilangkan persepsi trauma tanda kelemahan

Ia mengatakan manusia bisa merasakan rasa sakit dari orang lain terutama yang memiliki kedekatan personal. Beda halnya jika melihat atau mendengar cerita dari orang lain yang memiliki trauma namun tidak memiliki kedekatan personal, maka hanya akan menimbulkan empati.

Perasaan sakit yang sama dengan yang menderita trauma bisa semakin dirasakan jika narasi diceritakan berulang, sehingga yang mendengar mempunyai memori yang menjadi realita dan menimbulkan secondary trauma.

"Konteksnya adalah bukan berarti kita gak boleh cerita, karena kalau trauma bisa ditularkan artinya pemulihan juga bisa ditularkan, kekuatan juga bisa ditularkan, welas asih juga bisa ditularkan. So, gak perlu takut dengan konteks trauma bisa ditularkan karena yang lain juga ditularkan," katanya.

Ia mengatakan, untuk mencegah trauma semakin mendalam baik bagi yang mengalami maupun rekan terdekat yang mengatakan, maka perlu ada pengulangan cerita yang berkebalikan dengan memori yang sudah ada.

Pengulangan tersebut misalnya afirmasi positif bahwa ancaman tersebut tidak ada sehingga nantinya memori yang buruk akan hilang dengan memori positif baru.

Jiemi mengatakan, jika mengalami trauma yang tidak bisa dihadapi sendiri, maka sebaiknya dikonsultasikan kepada profesional untuk mendapat pertolongan.

Baca juga: Membangun komunikasi sehat kunci hadapi tantangan usia remaja

Baca juga: 8 tips perbaiki trauma mental anak akibat sering dimarahi

Baca juga: Cara atasi trauma setelah putus hubungan dengan keluarga

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |