GSM ingatkan pendidikan di Indonesia tak abaikan fondasi kemanusiaan

2 hours ago 4

Jakarta (ANTARA) - Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) mengingatkan pemangku kebijakan agar sektor pendidikan di Indonesia tidak mengabaikan fondasi kemanusiaan dan terjebak pada perbaikan teknis semata.

“AI (kecerdasan buatan) bukan masalah utamanya. Masalahnya adalah ketika manusia menyerahkan proses berpikir kepada mesin, padahal mesin belajar dari data masa lalu manusia, termasuk bias dan kesalahan kita," kata Founder GSM Muhammad Nur Rizal dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis.

Dalam Forum Ngkaji Pendidikan bertema "Human & Education Reset" di Yogyakarta, Sabtu (20/12), Rizal menyoroti fenomena yang disebut sebagai "paradoxical world", yakni di satu sisi, manusia hidup di era kecerdasan buatan dan teknologi paling maju. Namun di sisi lain, keputusan publik justru semakin sering mengabaikan data, sains, dan etika.

Hal itu terjadi karena pendidikan terlalu fokus pada adaptasi teknologi, tetapi abai melatih manusia untuk berpikir jernih, membaca realitas, dan mengambil keputusan etis. Akibatnya, kecerdasan meningkat, tetapi kebijaksanaan tertinggal.

Maka dari itu, Rizal menekankan pentingnya menata ulang sistem pendidikan (education reset) melalui pendekatan liberal arts dan berfokus pada pembangunan kerangka berpikir, bukan sebagai mata pelajaran baru.

Liberal arts bukan kurikulum Barat atau mata pelajaran tambahan. Ia adalah alat untuk memulihkan manusia dalam berpikir, merasa, dan bertindak,” ucap Rizal.

Dalam kesempatan itu, dia juga mengatakan pendidikan saat ini kehilangan dua hal sekaligus alat berpikir, yakni dalam logika, bahasa, dan retorika, serta rasa keteraturan alam atau numerik dan harmoni alam. Tanpa keduanya, pendidikan berisiko melahirkan manusia yang cerdas secara teknis, tetapi rapuh secara moral.

Gagasan tersebut, menurut Rizal, sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang menempatkan pendidikan sebagai proses menuntun manusia agar utuh dan merdeka, bukan sekadar terampil.

“Jika pendidikan terus mencetak manusia pintar tetapi tidak bijak, kita tidak sedang membangun masa depan, melainkan menyiapkan krisis berikutnya,” tutur Rizal.

Baca juga: GSM soroti pentingnya merefleksikan diri dalam dunia pendidikan

Baca juga: Kemdiktisaintek-KP2MI kolaborasi perkuat kualitas pekerja migran RI

Baca juga: Kemensetneg dorong penguatan pendidikan karakter menuju Indonesia Emas

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |