"Garis Kuning" kendalikan hidup warga Gaza di bawah gencatan senjata

2 hours ago 2

Gaza (ANTARA) - Hanya beberapa meter dari balok-balok beton bercat kuning yang menandai garis penarikan pasukan Israel terbaru, seorang warga Palestina bernama Saad Halawa tinggal bersama keluarganya di sebuah tenda kecil di Jabalia, Gaza utara.

"Garis Kuning" (Yellow Line) itu menandai batas penempatan ulang militer Israel berdasarkan tahap pertama kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Menurut peta militer Israel, garis ini membentang 1,5 hingga 6,5 km ke dalam wilayah Gaza dari perbatasan timur, mencakup sekitar 47 persen dari wilayah kantong tersebut.

Garis itu memisahkan Gaza ke dalam dua zona, yakni area timur yang berada di bawah pengawasan militer Israel dan area barat di mana warga Palestina dapat beraktivitas dengan pembatasan yang lebih sedikit.

Tenda Halawa terletak di tengah reruntuhan rumah dan lahan pertanian, dengan puing-puing berserakan di seluruh lanskap tersebut. "Pengeboman dan baku tembak terus berlangsung siang dan malam," ujarnya, sambil menunjuk ke arah cakrawala di mana debu terkadang mengepul akibat ledakan.

Dia menjelaskan bahwa drone dan tank ditempatkan di dekat pembatas bercat kuning tersebut. "Tentara Israel hanya berjarak beberapa ratus meter dari sini. Terkadang kami mendengar buldoser merobohkan rumah atau meratakan ladang (pertanian). Bahkan bergerak beberapa langkah melewati titik ini saja berisiko tinggi," tutur Halawa.

. Warga Palestina terlihat setelah kembali ke wilayah Sheikh Radwan yang hancur, Kota Gaza Utara, (6/11/2025). ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad

Warga di dekat Garis Kuning kerap kali terbangun akibat suara tembakan atau ledakan kecil. "Pada malam hari, area itu gelap karena tidak ada aliran listrik, namun tentara menggunakan suar yang sesekali menerangi langit," urainya.

Analis Akram Atallah, yang berbasis di Gaza, menyatakan bahwa garis ini mencerminkan upaya Israel untuk merombak lanskap keamanan dan politik Gaza. "Zona ini dibuat untuk memberikan rasa aman bagi komunitas Israel di sekitarnya, namun nantinya juga berpotensi membatasi kontrol Palestina," ujarnya

Sejak gencatan senjata mulai diberlakukan pada 10 Oktober, warga di seluruh Gaza melaporkan ledakan terjadi hampir setiap hari di area timur, yang diyakini berasal dari operasi Israel yang menargetkan terowongan dan bangunan yang rusak.

Garis Kuning juga membatasi akses bagi ribuan warga yang seharusnya bisa kembali ke rumah mereka di Gaza City bagian timur, Khan Younis, dan kota Beit Hanoun dan Beit Lahia di sebelah utara. Warga setempat mengatakan bahwa puluhan warga Palestina yang berupaya mendekati atau melintasi garis tersebut ditembak oleh pasukan Israel. Israel menyampaikan bahwa pasukannya menargetkan militan yang berupaya melewati garis itu, yang dianggapnya sebagai ancaman keamanan.

Otoritas kesehatan Gaza melaporkan bahwa sedikitnya 260 warga Palestina tewas dan lebih dari 630 lainnya mengalami luka-luka sejak gencatan senjata dimulai. Sejumlah keluarga mengatakan tembakan dan ledakan sporadis terus membahayakan warga sipil.

Banyak warga khawatir Garis Kuning dapat menjadi pembatas jangka panjang yang semakin membatasi pergerakan dan memperparah pengungsian. Halawa membandingkan balok-balok bercat kuning itu dengan tembok pemisah di Tepi Barat. "Situasi ini dapat memisahkan Gaza timur dari bagian barat," ujarnya.

Seorang warga Palestina terlihat di sebuah jalan dengan rumah-rumah yang hancur di kota Jabalia, Jalur Gaza utara, dengan blok beton berwarna kuning yang ditempatkan oleh tentara Israel yang terlihat di latar belakang yang menandai Garis Kuning, 2 November 2025. ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad

Atallah meyakini bahwa pejabat Israel tidak berniat mengembalikan kondisi seperti sebelum 7 Oktober, dan berupaya mempertahankan "kehadiran militer yang fleksibel" dengan akses ke Gaza sesuai kebijakan mereka. Kendali atas lahan pertanian di bagian timur juga memberi Israel pengaruh terhadap sebagian pasokan pangan Gaza, menambahkan dimensi ekonomi pada pengawasan militer.

Dia mengatakan masa depan Garis Kuning akan bergantung sebagian pada keterlibatan internasional. "Tanpa aksi internasional yang serius, situasi ini dapat memperdalam pemisahan Gaza dan menjadikan (upaya) pemulihan dan persatuan semakin sulit," tutur Atallah.

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |